Makna Puasa Ramadan bagi Pasangan LDM

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - May 06, 2019


Apa yang paling membahagiakanmu? Setiap orang mungkin memiliki jawaban yang berbeda. Tapi kalau aku sederhana saja. Bahagia adalah saat bisa berkumpul dengan keluarga. LENGKAP. Sebagai pasangan LDM, hal tersebut adalah sesuatu yang sangat istimewa.

Alhamdulillah, Allah Mahabaik. Kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama di tengah kesibukan suami yang padat pun datang juga. Selama hampir 2 minggu ke depan terhitung mulai kemarin, kami akan menghabiskan waktu bersama. Walaupun enggak sepanjang hari tentunya, tapi tetap saja hal tersebut bagi kami benar-benar sangat berarti. Suami langsung pesan tiket untuk kami (bayar sendiri) begitu dia ditugaskan ke luar kota oleh kantornya.

Sejak akhir 2016, tepatnya sejak hamil, kami memang sudah berjauhan setelah sebelumnya selalu bersama. Aku yang baru tahu kalau hamil -setelah 8 tahun menikah- saat pulang kampung dilarang suami untuk ikut balik dengan alasan kesehatan. Bagi pasangan yang sudah lama menantikan buah hati atau bagi istri yang hamilnya susah sepertiku tentu memahami kehati-hatian kami.

Rencananya, beberapa bulan setelah melahirkan, aku akan menyusul suami ke Balikpapan, tempat ia didinaskan. Lhaa kok yaa ndilalah dia dimutasi ke Medan. Emang sudah waktunya sih secara udah 4 tahun di kota minyak. Keinginan untuk menyusul ke Medan harus terhempas lagi ketika suami di-promutasi ke Papua Barat. Dann, untuk yang kesekian kali, keinginan untuk menyusul ke Manokwari harus urung karena suami dapat beasiswa S2 ke Jepang. Jadi dengan mempertimbangkan biaya, aku dan bocah nunggu aja sekalian nanti pas ke Jepang. Toh, suami efektif masuk kuliah setelah hari raya. Jadi yaweskan daripada bolak-balik kayak setrika buang-buang duit, nunggu aja sekalian. Emak-emak hemat dan ekonomis detected. 😆🤣😂

Itu sebabnyaa, bisa dibayangkan kalau momen-momen quality time seperti ini jadi sangat-sangat berharga. Alhamdulillah, sejauh ini meskipun kami LDM, bocah sangat dekat dengan ayahnya. Si emak seolah serasa enggak ada gunanya ketika ayah & anak bersua.  😆

Semoga puasa tahun depan, kami benar-benar bisa berkumpul bertiga. Yess, semogaa. Enggak cuma dari sisi kualitas, tapi juga kuantitas. Walaupun untuk itu, kami harus berjauhan dengan keluarga yang lain seperti orang tua, mertua, keponakan, dan saudara (karena di negara orang). Ya, enggak ada sesuatu yang gratis bukan di dunia ini. Di setiap sesuatu yang kita dapatkan pasti ada "harga" yang harus dibayar. Tapi kalau buatku pribadi dengan hal-hal semacam ini seolah makin memperkuat perasaan serta prinsip bahwa harta yang paling berharga ya emang benar-benar keluarga, meminjam istilah di film Keluarga Cemara. Serta, kebahagiaan yang hakiki adalah yang dirasakan oleh dan dari hati.

Ramadan 2 tahun yang lalu, bocah masih 1 bulan, masih belum bisa apa-apa selain menangis. Puasa 1 tahun yang lalu, bocah sedang senang-senangnya belajar jalan. Dan, puasa tahun ini bocah sudah bisa diajak sebagai teman perjalanan. Foto: dokpri.

Sebenarnya, ini adalah perjalanan bocah yang keempat naik pesawat. Tapi, 3 sebelumnya dia dipangku karena belum genap 2 tahun. Barulah kali ini, untuk yang pertama kalinya, bocah mendapat tempat duduk sendiri bertepatan saat Ramadan. Foto: dokpri.

Perjalanan pertama bocah di Ramadan. Perjalanan ke-8 bocah ke luar kota yang jaraknya jauh sejak ia lahir. Kelak, semoga bocah paham bahwa setiap perjalanan sesungguhnya adalah sarana untuk makin mendekatkan diri kepada Allah. Lebih-lebih, perjalanan ke tempat yang sangat asing. Foto: dokpri

#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang #IbuProfesionalMalang #HariKe-1

  • Share:

You Might Also Like

4 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)