Bekerja di Perusahaan Kecil - Menengah
Tulisan di buletin kantor konsultan manajemen. Bisa dibaca di https://www.yumpu.com/id/document/read/52137419/newsletter-kap-syarief-basir-rekan-edisi-januari-2012
Dear, Bapak. Aku ridho Bapak "pulang", tapi aku kangen. Enggak apa-apa, kan? Rasanya pengin banyak cerita ke Bapak. Ya, ada begitu banyak hal yang ingin kuceritakan. Aku kangen nasihat Bapak.
Tahun ini adalah kali kedua puasa tanpa Bapak. Meski sudah mulai terbiasa, tapi pastinya beda.
Bapak, aku ingin berdiskusi atau lebih tepatnya mengadu. Aku ingin mendengar nasihatmuu yang biasanya langsung membuatku sadar bahwa hidup hanya persinggahan.
Kadang hidup begitu melelahkan, Pak... terutama ketika kita berhadapan dengan orang-orang yang bikin lelah jiwa. 🤣🤠Meskipun jujur aja yang baik masih buanyakkk. Dasar manusia ya Pak, sukanya ngeluh. Dipertemukan dengan 9 orang baik dan diuji dengan 1 orang toxic ibaratnya, eh lah kok ya yang dibahas yang 1. La yang 9 emang enggak dianggap? Hadeuh, dasar aku. Iya, Pak. Makanya, aku butuh "tamparan" kata-kata filosofismu, Pak. Aku kangen nasihat Bapak terutama ketika merasa hidup begitu berat.
Bapak, ada banyak yang ingin kutanyakan padamu seperti dulu. Tapi aku tahu bahwa itu sudah tak mungkin lagi.
Tulisanku di kantor konsultan manajemen belasan tahun yang lalu. Bisa dibaca di https://www.yumpu.com/id/document/read/52081865/newsletter-kap-syarief-basir-rekan-edisi-februari-2012
Tulisanku di buletin kantor manajemen belasan tahun silam. Bisa dibaca di https://www.yumpu.com/id/document/read/52113378/edisi-iii-maret-2011-perlukah-multiple-profesi-oleh-
Tulisanku di buletin kantor konsultan manajemen. Bisa dibaca di https://www.yumpu.com/id/document/read/52153280/edisi-ii-februari-2011-fungsi-integritas-manajemen-dalam-
Jadikan Pekerjaanmu sebagai "SOULMATE"
Ini adalah tulisanku di buletin kantor konsultan manajemen belasan tahun yang lalu. Teman-teman bisa download atau baca di https://www.yumpu.com/id/document/read/52080141/jadikan-pekerjaan-kita-sebagai-soulmate
5 Points You Must Do to Deal with Your Inner Child (The Secret of Your True Happiness)
Do you believe that everyone has their own another side? It's called inner child. There is always a child inside of adult. Maybe, it sounds nice. But, unfortunatelly, it's not. Inner child can damage our future if we can't manage them well.
The cambrigde dictionary explained that inner child is a child personality that will react when something happened that related with your past: bad experience or unfinished business. Inner child has two kinds: positive and negative. Positive IC makes our life as adult more interesting, not boring. But, negative IC? Not only ourselves who can be suffer, bur also the others.
Then, how to deal with them? As long as we life, it's so imposibble if our life is always be okay. Sometimes, we hurt by people's behaviour. Or in another time, we are being someone who hurt another one.
There are 5 tips you can try fo fix yourself, your heart, your ic. What are they?
1. Identificate what the problems you still feel until now which happened when you were child or young.
2. It doesn't matter if you still have bad feeling about your bad experience in the past. Don't be denial person. Accept them all. Accept that sometimes you are so weak and fragile. Not only you, but all people do the same. It's normal.
3. Then, promise to yourself that no matter how hard your life and how bad your past, you can be a better person. It doesn't mean you have to be someone who can get everything. No, it's not like that because all the achievements are meaningless if you are not happy. So, being a better person means being a happy one. Be happy for the first. Not for them, but for you.
4. Forgive! Yeah.... I know It's not easy, but if you want to step forward to the next higher level, you have to set them free. You have learned many things that is useful for your future.
5. Surround by positive people and vibe. You just only live once, don't waste your time.
Any other ideas? May Allah give a lot of happiness to us. Aamiin
Taka: "Taka proud of you, Bunda, karena Bunda bisa drive,"
Aku: "Thank you. Kalau pas bunda nulis, Taka proud apa enggak?"
Taka: "Proud!"
Aku: "Woww, okay. Kalau bunda enggak ngapa-ngapain, are you still proud?"
Taka: "Absolutely. Am still proud of you Bunda,"
Aku: "(Terhura) Enggaknya kalau pas ngapain?"
Taka: "Pas Bunda marahin Taka!"
LOL
Seminggu yang lalu, di sekolah anakku ada pengajian ibu-ibu. Temanya menarik banget, yakni tentang IKHLAS.
Ustadz mengatakan bahwa ikhlas adalah sebagaimana surat Al-Ikhlas, tak ada kata "ikhlas" di sana.
Ikhlas juga berarti sesuatu (kebaikan) yang dilakukan kemudian dilupakan. Karena sejatinya yang harus kita ingat adalah kebaikan orang lain.
Ikhlas dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari hal terkecil, misal dengan tidak banyak menuntut pada orang sekitar.
Ustadz juga menekankan bahwa tips penting agar ikhlas adalah dengan banyak membaca Al-Qur'an beserta mendalami maknanya. Jika dihayati, hal tersebut bisa semakin mengingatkan kita bahwa sejatinya tak ada yang abadi di dunia ini. Kita juga enggak ikut memiliki karena semua hanyalah titipan.
Ngomong-ngomong soal IKHLAS, aku juga jadi ingat postinganku beberapa waktu yang lalu di Instagram, pas hari ulang tahun pernikahanku yang ke-14. Seperti ini bunyinya.
Enggak nyangka, separuh hidupku lebih kuhabiskan bersamamu. Ini semacam pengingat untukku yang notabene seorang ibu bahwa kebersamaan kita dengan anak memang tidak akan lama. Suatu hari, ia pasti punya kehidupan sendiri. Jujur, baper, lebih baper daripada saat pertama kali bertemu denganmu.
Tapi, hidup memang sekumpulan rasa IKHLAS, bukan.
Anak perempuan: sejak kecil dijaga dan disayang-sayang ayah, sudah besar diambil orang. Eehh, enggak ding, maksudnya punya kehidupan sendiri bersama lelaki idaman bernama suami.
Anak laki-laki: sejak kecil disayangi ibu, ketika sudah dewasa bersama perempuan lain bernama istri.
Suami: bekerja keras membanting tulang, saat dapat uang harus rela untuk kepentingan keluarga karena tanggung jawab besar ada di pundaknya.
Istri: boleh jadi saat masih sendiri selalu jadi yang terdepan, saat sudah menikah biar gimana harus menghormati suami sebagai imam.
Masyaallah.
That's why, saling menghargai adalah koentji.
Satu hal yang pasti, mengenalmu (suamiku) adalah salah satu anugerah dalam hidupku. Terima kasih juga pastinya selalu aku persembahkan untuk cinta pertamaku alias bapakku tersayang (almarhum) yang sudah mengizinkanku menikah di usia muda. From ijazah (wisuda) to ijabsah (menikah).
Semoga kami bisa menjadi anak, pasangan, orang tua, masyarakat, serta hamba Allah yang lebih baik lagi. Aamiin.
Semoga kita semua bisa jadi hamba yang ikhlas, ya. Sungguh, setan pun lemah menghadapi orang ikhlas (dan sabar) karena mau dikompori seperti gimana pun tetap saja konsisten dengan prinsip IKHLAS-nya. Begitu katanya.
Yang harus Diperhatikan saat Traveling bersama Anak
Traveling bersama anak bisa menjadi salah satu momen yang paling menyenangkan dalam hidup. Betapa tidak, melakukan sesuatu yang indah bersama yang tersayang, siapa yang enggak mau? Tapi, semuanya bisa berubah dalam sekejap menjadi sebaliknya jika kita cuek dengan segala macam kemungkinan. Ingat, biar bagaimana pun, traveling saat masih sendiri dengan saat sudah ada “tanggungan” tentu sangat berbeda. Sehingga, persiapan dan usaha yang lebih matang akan sangat diperlukan.
Ada beberapa hal krusial yang harus diperhatikan saat traveling bersama anak, yaitu:
1. Berapa usia anak
Bayi, batita, balita, atau usia sekolah? Beda usia, beda perlakuan tentunya. Misal kalau masih bayi cenderung lebih aman dari drama-drama tantrum. Bila pun terjadi, biasanya tinggal kita kasih susu (formula atau ASI), si bayi akan diam. Atauu, kita ganti diapersnya kalau nangisnya karena BAB. Beda lagi dengan batita dan balita yang cenderung akan melawan kalau enggak sesuai keinginan karena udah mulai punya prinsip sendiri. Maka, kita harus siap dengan tantrum. Semakin besar usia anak, biasanya akan semakin mudah diajak kerjasama. Sebaliknya, semakin kecil usia mereka (kecuali bayii), biasanya akan sedikit menguras kesabaran. It doesn’t matter karena sejatinya traveling pun mengajarkan kita berdamai dengan ego dan mengajarkan si kecil taat dengan peraturan.
2. Mau pergi ke mana?
Dalam kota, beda kota, beda propinsi, antarpulau, atau bahkan antarnegara? Pergi ke daerah panas atau dingin? Sama halnya dengan di atas, beda tempat ya beda perlakuan.
3. Pergi sama siapa?
Selain sama kita, ibuknya, sama siapa lagi perginya? Misal kalau sama bapaknya, it means ada yang gantian momong. Kalau hanya kita dan bocah, artinya ya harus disesuaikan lagi semuanya.
4. Perginya naik apa?
Kendaraan pribadi, taksi online, bus, angkot, pesawat? Atau kalau lokasinya sangat dekat mungkin malah jalan kaki.
Hal-hal di atas akan memengaruhi keputusan kita dalam hal:
1. Menentukan barang bawaan yang dibawa
2. Mempersiapkan mental kita
3. Edukasi ke anak sebelum berangkat
Persiapan yang matang akan meningkatkan mood dan rasa nyaman. Pada akhirnya, traveling bersama anak pun akan jadi memori yang menyenangkan dan tidak bisa dilupakan.
Pengalaman Pertama Anak Naik Pesawat
Taka pertama kali naik pesawat saat usianya 16 bulan atau September 2018 dengan rute Malang – Jakarta dan sebaliknya. Sebelumnya, aku sempat punya rencana untuk ke Balikpapan saat dia 6 bulan atau maksimal setahun. Belum sempat terlaksana, eh, Mas Ryan udah telanjur dimutasi ke Medan. Akhirnya ya enggak jadi.
Sempat ada wacana aku dan Taka akan segera menyusul ke Medan, tapi desas-desus suami akan dipromutasi begitu santerr. Itu sebabnya, daripada bolak-balik pindah yang notabene butuh biaya, aku dan Taka menunggu sampai benar-benar jelas dulu.
Meski LDM, bersyukur karena kami masih bisa quality time, salah satunya ke luar kota. Enggak 100% quality time juga sih sebenarnya karena suami sibuk dengan tugas-tugasnya, tapi alhamdulillahlah ya seenggaknya bisa bersama-sama meski enggak 24 jam bertatap muka. Pokoknya apa pun disyukuri. Begitulah.
Ngomong-ngomong soal bawa batita naik pesawat untuk pertama kali, gimana rasanya? Sebagai orang tua pasti ada rasa khawatir. Takut kalau di pesawat nanti Taka rewel terus nangis sampai ganggu penumpang sepesawat. Xixixi. Secara pas belum punya anak dulu, aku lumayan sering ketemu anak rewel dan nangis jejeritan di dalam pesawat. Aku sih santai aja waktu itu. Namanya juga anak-anak. Tapi, penumpang lain, enggak sedikit juga yang kesal bahkan mengumpat. Nah, aku enggak mau kalau anakku sampai bikin kegaduhann seperti itu.
Alhamdulillah, pengalaman pertama Taka naik pesawat yang durasinya cuma sejaman lancarrr. Dia enggak rewel atau nangis. Legaaa.
Apa yang aku lakukan untuk mengantisipasi semuanya?
1. Aku sosialisasikan ke dia jauh-jauh hari bahwa nanti kami akan naik pesawat. Aku ceritakan juga seperti apa pesawat itu dan gimana. Dengan demikian setidaknya dia punya bayangan atau imajinasi sendiri.
2. Aku ceritakan juga kalau di dalam pesawat nanti penumpangnya banyakk. Jadi yaa mesti jaga sikap. Booo… anak kecil diajarin gini juga? Yaa, bahasanya enggak formal gitu juga kalee. Intinya mah aku jelasin ke dia kalau pesawat yang dia naikin dipakainya bareng-bareng sama orang lain. Jadi yaa saling menjaga aja.
3. Aku pastikan dia kenyang sebelum naik pesawat. Targetku sih biar di pesawat tidur. Tapi faktanya enggak. Bocah malah kepo apa aja. Ya sudah yang penting enggak jejeritan.
4. Aku bawa mainan yang lumayan bisa untuk pengisi waktu saat di pesawat. Seenggaknya, bocah enggak bosan karena harus duduk manis selama sejaman.
5. Karena saat itu usianya masih 16 bulan, jadi saat boarding, Taka sempat aku susuin. Biar dia tenang plus menjaga pendengarannya juga.
Pengalaman pertama Taka alhamdulillah aman dan lancar. “Iri” juga sama bocah usia berapa belas bulan udah naik pesawat. Aku dulu pertama kali naik pesawat baru pas SMP pas ke rumah kakakku yang saat itu di Jakarta. LOL.
Ini yang Membuat Orangtua Malas Jalan-jalan bersama Anak
Enggak sedikit yang cerita ke aku bahwa setelah menjadi ibu, kehidupannya berubah 180 derajat. Ya walaupun semua orang pasti tahu kehidupan antara sebelum dan sesudah ada anak tidak akan pernah sama, tapi banyak juga yang benar-benar merasa enggak nyangka kalau segitu drastisnya perubahan itu. Salah satunya adalah mengenai kebebasan untuk jalan-jalan yang notabene dianggap sebagai salah satu bentuk metime.
“Aku tuh bukannya enggak mau jalan-jalan, tapi maless. Kamu tahu sendiri bawaanku bejibun sekarang, beda sama dulu,” salah satu keluhan yang kerap kudengar.
Jika dijabarkan, ada beberapa poin yang membuat seorang ibu malas jalan-jalan bareng anak, lebih-lebih kalau anaknya masih kecil.
1. Enggak bebas.
2. Ada begitu banyak peralatan yang harus dipersiapkan dan dibawa.
3. Takut anak kenapa-kenapa.
4. Lingkungan di luar begitu berbahaya.
5. Uang tidak cukup jika mengajak anak.
6. Ibu ingin metime agar tetap waras.
7. Tidak siap jika anak tantrum.
Jika dipecah, tentu alasan-alasan di atas akan bercabang lagi. Masih banyaakk.
Kalau buatku sendiri, sampai detik ini setidakny, rasanya enggak tega kalau jalan-jalan tanpa anak. Yaa kecuali kalau sekadar belanja atau cuma olahraga sebentar. Tapi kalau yang sifatnya lama, aku pasti akan selalu melibatkan anak. Entah, bisa jadi karena aku menunggu anak gak sebentar tapi tahunan, sehingga ketika sudah benar-benar jadi ibu, aku ingin menikmati setiap momen yang ada. Alhamdulillah.
Kali ini, aku ingin menulis kisah petualanganku di kota minyak, Balikpapan. Jika mengingat tentang kita yang aku huni sekitar empat tahunan itu, yang terbersit pertama kali dalam pikiran adalah... bakso. Betapa tidak, ia menjadi salah satu kuliner yang sering aku cicip.
Ada banyak sih bakso yang ada di Balikpapan, cuma yang menurutku uenak ya lima ini.
1. Bakso Likmin
Berlokasi di daerah perempatan sebelum Pasar Damai depan Jamsostek, bakso likmin ini menurut salah satu temanku dulunya dijual keliling. Karena lariss maniss, jadilah akhirnya Likmin mendirikan warung sendiri.
Sebenarnya selain bakso, ada juga menu lain yakni mie ayam, cuma kalau aku pribadi sih lebih suka bakso. Biasanya, aku mampir ke sini sebelum senam ibu-ibu atau setelah pulang acara organisasi. Saking seringnya mampir, orangnya sampai hafal. Kalau enggak sempat mampir, aku nitip suami biar sepulang kantor dia belii bakso dulu. Yaelahh, segitunyaa. Emang iya.
Kelebihan bakso likmin ini menurutku ada di rasanya yang nampoll bangett. Kuahnya benar-benar kerasaa, enggak anyepp. Makin cucok kalau kita makan sama krupuk bulet-bulet kuning. Ehm, nikmat Allah mana yang kamu dustakan?
Bakso yang lokasinya persis di pojokan lampu merah ini bukanya jam 9 pagi dan tutupnya 9 malam. Entahlah kalau sekarang, ya.
2. Bakso SMA 1
Sesuai namanya, lokasi bakso ini ada di dekat SMA 1 daerah Gunung Pasir Balikpapan. Ehm, kalau naik angkot aku kurang tahu gimana caranya karena biasanya aku ke sini sama teman naik motor. Eh, pernah sih pas ke sini pertama kali sama Mbak Reni naik angkot biru. Cuma katanya sih bukan itu jalur utamanya. Kalau dibandingkan Lik Min, emang cara “menggapai” bakso SMA 1 agak sedikit berliku.
Yang paling aku suka kalau ngebakso di sini adalah kerupuknyaa yang lebih mirip pangsit. Enak banget dicampur sama kuahh. Sedangkan kalau kuahnya sendiri sih menurutku cocok untuk mereka yang enggak suka asin. Sebab, aku dan temanku biasanya suka nambahin micin eh garam sendiri biar lebih berasa. Hehe.
Untuk menu, sama seperti bakso likmin, enggak cuma bakso aja, tapi juga ada mie ayam. Terserah mau yang mana. 😀
3. Bakso kolorijo
Jangan tanya kenapa karena aku pun sampai pindah ke sini masih belum engeuhh kenapa namanyaa kolorijoo. Belum sempat nanya-nanya sih duluu. Huhuhu, nyeselll.
Kesan pertama saat ke sini adalah… parkirannya luasss. Jelasss, lokasiny aja dekatt bangett supermarket Yova yang daerah Letjend Sutoyo atau Gunung Malang, gimana enggak luass.
Untuk masalah rasa, enggak perlu tambahan apa-apa. Semua udah pass. Menunya sama seperti dua warung bakso sebelumnya: ada mie ayam, ada bakso aja.
Biasanya, aku ke sini setelah nyalon (luluran dan teman-temannya) sama Mbak Diana. Setelahnya, sekalian belanja ke Yova. Emak-emak bangett. Xixixi.
4. Bakso wardoyo
Bakso yang rasanya mirip dengan keempat bakso sebelumnya ini berlokasi di daerah MT. Haryono Dalam. Waktu bukanya pun sama dengan keempat bakso sebelumnya: dari jam 9-an pagi sampai dengan jam 9-an malam.
Yang paling menonjol di bakso ini adalah… ada tetelannya. Ini yang bikin sedepp bangett. Cocok banget buat yang sukaa cem ginii.
5. Bakso (bakwan) idola
Jika keempat bakso sebelumnya secara penampakan sama: just meatball tanpa tambahan siomay, tahu, dan teman-temannya, maka bakso idola ini bedaaa. Bagi orang Malang yang sedang merantau ke kota minyak dan sedang kangen kampung halaman, enggak ada salahnya mencoba mengobati rindunya di sini.
Lokasinya di dekat kantor suami, daerah Klandasan Ulu, persis depan kantor ASABRI (seberangnya). Tempatnya dua lantaii, luass, nyaman bangettt. Kita pun bisa milih mau yang lesehan atau duduk.
Nahh, itu tadi lima bakso di Balikpapan yang menurutku ueenakk. Kalau suasana udah normal lagi, sok dah mangga dicobaa. Jangan lupa berdoa dulu, yaa. 🙂
Ini Bedanya Jalan-jalan Sebelum dan Sesudah Punya Anak
Mengacu pada judul, apa dong bedanya jalan-jalan ketika belum jadi emak versus udah? Jujur aja pas udah jadi emak emang lebih rempong, tapi bukan berarti enggak seru. Justruu kita bisa belajar banyak hal bersama bocah. Kita juga melatih bocah untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sejak dini. Intinya sih tergantung gimana cara memandang. Sejauh ini, buatku sih seru-seru ajaa. Ya, daripada enggak bisa ke mana-mana, yeekann. LOL.
Kata orang, kehidupan kita, lebih-lebih untuk hal yang sifatnya keluyuran, akan berubah drastis saat udah menikah. Maksudnya, jika sebelum menikah kita bebas ke mana aja, setelah menikah tidak semudah itu. Benarkah?
Ehm… kalau emang iya, nampaknya aku termasuk yang antimainstream. Jujur aja, aku lebih bebas keluyuran justru setelah menikah. Orang tuaku termasuk yang lumayan protektif gitu soalnya sama anak perempuannya. Jadilah jangkauanku selama gadis cuma seputaran rumah, sekolah, kampus, tempat ngajar, toko buku, rumah teman yang ortuku udah tahu dia gimana, tempat ibadah, dan yang semacamnya.
Setelah menikah dan pindah ke tempat perantauan pertama di Bekasi, kehidupanku berubah. Lebayyy, dah. Maksudnya, kalau cuma ke sekitaran JABODETABEK, bahkan Bandung, sendiri tanpa suami, untuk urusan kerjaan, udah biasa. Aku bersyukur punya suami yang enggak lebay dan drama alias mengekang. Yang penting hati-hati. Aku juga senang karena bisa ke mana-mana sendiri, sesuatu yang saat remaja sangat-sangat aku impikan. Wkkkk. Ehh, tapi mbolang sama suami juga sering kok atau sekadar dianterin ke suatu tempat yang enggak jauh-jauh amat. Intinya mah kami pasangan fleksibel, gitu aja.
Poinnya adalah… menikah tidak membuatku terpenjara karena kenyataannya aku bisa mbolang ke mana-mana baik itu cuma antarkota, antarpropinsi, maupun antarpulau dan entah itu sendiri ataupun sama suami. Aku bersyukur. Nikmat Allah mana yang kamu dustakan? 🙂
Lalu, pergi-pergi saat belum punya anak versus setelah punya anak bedanya apaa? Ehm… baiklahh, aku daftar, yak. Ini berdasarkan yang kurasakan.
- Pergi sebelum punya anak bisa lebih cuek. Kalau pulang kampung sendiri, aku jarang bawa koper, cukup satu tas ransel mini plus tas yang menyamping. Udah, itu aja. Setelah jadi emak, jangankan ke tempat jauh, visit dokter buat imunisasi aja, peralatannya bejibunn. LOL.
- Pergi-pergi sebelum punya anak memang lebih bebas mau ngapain aja. Yaa, secara cuma bawa diri sendiri. Atau, kalau pun sama suami kan udah sama-sama dewasa. Tapi jujur, aku pernah lhoh mbrebes mili pas zaman-zaman bisa pergi keluyuran sendiri hanya karena lihat seorang ayah di bandara Juanda sedang rempong ngejar-ngejar anaknya yang ke sana ke mari. Mbrebes milinya sambil mbatin, “Kapan ya aku?” Namanya juga manusia normal, yekan.
- Keluyuran sebelum ada anak artinya kita bebas memuaskan ego. Mau ke mana pun juga enggak bakal ada yang protes. Misal, dulu sambil nunggu boarding, aku suka ngendon lama-lama di toko buku yang ada di bandara. Mayanlah meski enggak beli, tapi lihat buku beraneka rupa dan warna itu jadi kek terpuaskan secara batin. Kalaupun aku pergi sama suami, dia juga enggak pernah protes aku berlama-lama di toko buku, malah ikutan. Setelah punya anak, berlama-lama di tempat yang sepi dan anyep seperti itu cenderung bikin bosan dan rewel. Jadilah tempat yang paling sering didatangi kemudian adalah yang berhubungan dengan mainan atau perpustakaan anak yang menyediakan begitu banyak buku bergambar.
- Jalan-jalan sebelum ada anak itu enggak bakal khawatir dengan masalah tantrum karena emang enggak ada. Sedangkan kalau sama anak, siap-siap aja dengan hal tersebut. Di sini kesabaran sebagai orang tua diuji. Pun bagaimana kita berdamai dengan itu semua. Alhamdulillah sejauh ini tantrumnya anakku di tempat umum masih bisa ditoleransi. Dia juga termasuk yang cepat ngerti alias enggak ngotot to the max kalau emang hal tersebut berbahaya.
- Jalan-jalan bersama anak membuat kita jadi kreatif. Buatku sendiri, momen outing bersama anak adalah momen belajar apa pun, mulai dari bahasa, matematika, warna, attitude, dan semuanya.
Jalan-jalan ketika sudah punya anak memang jauh berbeda dengan sebelum, namun serius deh, ada banyak pelajaran yang bisa kita ajarkan plus kita ambil. Pada akhirnya, kita akan semakin sadar bahwa sebagai manusia kita terlahir sebagai petualang kehidupan. Pun anak. Maka sudah seyogyanya kita melibatkan mereka dalam setiap aktivitas jalan-jalan sebagai salah satu bentuk pengenalan terhadap dunia yang penuh warna.
Semangat!
Punya Anak Bukan Berarti Enggak Bisa Jalan-jalan, Ini Manfaatnya
Ketika masih dalam masa penantian buah hati dulu, enggak sedikit yang bilang ke aku, “Puas-puasin dahh mainnya berdua. Nanti kalau udah punya anak, susah!” Dan kadang, kuakui bahwa kalimat tersebut juga secara enggak sadar aku lontarkan ke teman-teman yang galau karena belum punya anak. Padahal, maksudku ingin memberi semangat aja, enggak lebih.
Baru-baru ini, aku merenungkan kembali kalimat kalau udah punya anak enggak bisa/bakal susah jalan-jalan. Hasilnya apa? Ternyata, aku salah. Ini cuma semacam “kepercayaan” yang turun temurun diwariskan. Padahal, punya anak bukan halangan buat bisa jalan-jalan. Meski kondisinya sedikit berbeda, tapi kan at least masih bisa.
Sejak jadi ibu, bahkan sebenarnya sejak hamil, aku termasuk sering jalan. Tentu bersama bocah, ya. Yang itu semakin menguatkan bahwa punya anak enggak bisa jalan-jalan itu cuma mitos.
Sejatinya punya anak itu harusnya justru lebih sering jalan-jalan. Bukankah mereka adalah calon penjelajah kehidupan. Bukankah mereka ini lagi senang-senangnya mengeksplor sekaligus belajar. Toh, jalan-jalan bersama anak enggak harus yang mahal atau jauh, yang dekat dan murah banyakk. Dan bukankah itu bagus karena mereka akan lebih mengenal lingkungan sekitar?
Mulai dari dalam kandungan hingga detik ini usianya hampir enam tahun, aku hampir selalu melibatkan Taka dalam setiap kegiatan jalan-jalan. Ke mana pun aku pergi, hampir selalu sama anakku. Yaa, kecuali kalau cuma pergi ke warung atau aku jogging sih atau maksimal belanja sekaligus metime hehe. Tapi, selebihnya, hampir selalu kumelibatkan bocah. Belum pernah kejadian, aku dan teman-temanku pergi sendiri ke mana gitu yang sifatnya jauhh terusss bocah kutinggal sama bapaknya. Bukannya enggak dapat izin karena suamiku selalu mempersilakan, tapi lebih ke masalah… aku ingin menikmati masa-masa ini dulu karena pasti di fase lanjut kondisinya akan berbeda. Maksudnya, enggak mungkin kan kalau Taka udah gede harus selalu nginthil emaknya. Ya pasti dia punya kehidupan sendiri.
Buatku pribadi, jalan-jalan sama anak ini harus dilakukan. Yaa, kecuali kalau kondisi enggak memungkinkan seperti ada coronavirus atau perang. Tapi kalau normal-normal aja, orang tua harus banget nyempetin. Toh jalan-jalan enggak harus ke tempat jauh dan mahal. Ke dekat rumah, itu juga jalan-jalan, kan.
Kenapa sih ngotot banget, Bu? Bukannya mekso, cuma daripada nyesel. Huehehe.
Banyak yang bilang kalau anak masih kecil bakal susah jalan-jalan. Ya, kalau jalan sendiri mungkin memang tidak sebebas dulu. Tapi kalau sama anak, bukan hal yang mustahil atau susah sebenarnya. Toh bisa disesuaikan semuanya sama kondisi.
Buatku, selagi anak belum terlalu besar, kesempatan untuk jalan-jalan bareng mereka justru terpampang jelas di depan mata alias terbuka lebar. Kalau udah punya kehidupan sendiri, mau enggak mau kita enggak bisa seenak jidat.
That’s why, mumpung sekarang mereka masih kecil dan belum kenal-kenal amat sama dunia, saatnya eksplorasi lingkungan bersama kedua orang tuanya. Dalam proses jalan-jalan yang notabene bikin anak senang tsb, saatny kita sebagai orang tua menginstall nilai-nilai kehidupan dan hal-hal positif lain.
![]() |
Foto saat acara. Enggak terlihat kalau baru aja dicopet, kan. Wkk |
Pernah nggak ngalami kecopetan pas naik KRL? Aku pernah, semoga itu pertama dan terakhir aamiin. Meski peristiwanya sudah satu dekade lebih, tapi aku masih mengingatnya dengan jelas. Hikmahnya, aku jadi lebih bisa berhati-hati.
Pertengahan 2010 saat puasa, belum genap dua tahun aku menjadi warga ibu kota coret Bekasi coret Cikarang Pusat. Meski demikian, aku sudah lumayan sering mbolang, entah itu sama suami, teman-teman sekomunitas menulis, atau sendiri. Saat peristiwa naas itu terjadi, aku dan teman-teman Forum Lingkar Pena Bekasi akan mengikuti Buka Sahur Sastra di Rumah Cahaya Depok. Kami pergi rombongan, berangkat dari Stasiun Bekasi.
Yang namanya stasiun, apalagi sepuluh tahun yang lalu pastinya belum seperti sekarang ya, sudah tentu ramaiii. Biasanya, aku selalu waspada. Tapi, enggak tahu kenapa hari itu kok ya biasa aja. Aku becanda dengan teman-teman sambil menunggu KRL datang. Intinya melakukan hal yang normal. Sama sekali enggak ada firasat.
Enggak lama, si KRL yang kami tunggu muncul. Alhamdulillah. Orang-orang berhamburan ke luar masuk, termasuk aku. “Buruan, Mi. Jangan sampai kita kepisah-pisah,” begitu kata salah satu kakak mengingatkanku dan kujawab, “Okay, Mbak.”
Karena fokusku memang biar bisa segera masuk, kewaspadaan jadi menurun. Aku baru sadar kalau dompet yang aku kantongi di jaket… RAIB. Paniklah ya karena semuaaa barang-barang berharga ada di situ mulai dari uang, SIM, ATM, dan kartu lain.
Bersyukurr bangett aku punya teman-teman yang baik. Ada yang minjemin HP, ada yang beliin jajan, dan nawarin bantuan lainnya. Beragam banget. Pas nulis ini kok jadi terharu ya keingatt masa-masa itu. Autoingin nyanyi persahabatan bagai kepompong…. 🙂
Peristiwa tersebut membuatku jadi lebih berhati-hati lagi kalau berada di tempat ramai yang sekiranya rawan kejahatan.
Nah, agar kalian enggak sampai kecopetan di KRL sepertiku, mungkin catatan dari mantan korban (alias aku) ini bisa membantu.
Apa aja sih yang sebaiknya enggak kita lakukan agar terhindar dari kecopetan di KRL?
- Jangan taruh HP atau dompet disaku jaket, celana, rok, atau apa pun yang serupa yang sekiranya bisa mengundang. Ini sama aja ngasih makan pencopet ibaratnya.
- Jangan juga meletakkan benda-benda berharga di tas dengan posisi yang sangat mudah dijangkau copet, lebih-lebih kalau tasnya enggak ditutup.
- Kalau emang enggak terburu-buru, enggak usah terobsesi ingin cepat masuk KRL meski berdesakan.
- Boleh banget ngobrol atau asik sendiri misal mainan HP, tapi jangan sampai enggak ngeuh dengan keadaan sekitar. Jangan sampai konsentrasi kita terpecah sampai enggak sadar kalau terseret dalam bahaya.
Di mana pun itu, kita memang harus waspada. Tapi mungkin perhatian kita harus sedikit lebih banyak saat berada di tempat ramai. Sebagaimana kata Bang Napi kan ya bahwa kejahatan itu bukan hanya karena niat, tapi juga karena adanya kesempatan.
Menulislah karena Ia Tak Mengenal "Kasta"
Belasan tahun berkecimpung di dunia literasi, belum pernah sedetik pun aku berpikir untuk beralih profesi atau meninggalkan "dunia" tsb. Padahal, dalam perjalanannya, tak hanya cerita manis saja yang kualami, melainkan juga pahit. Ya, sebagaimana profesi yang lain, pasti ada plus minusnya, bukan. Dan sebagai orang yang tak bisa pura-pura (suamiku tahu banget aku tuh gimana, bahkan ketika aku berusaha bilang "ya" wajahku sudah menerangkan bahwa sebenarnya "enggak" wkwkwk), tentu ada hal-hal yang membuatku tetap betah bergumul dengan tulisan. Biarpun sekarang sudah zaman video (at leas di tanah air), aku toh tetap setia dengan abjad. Apa sebab? Salah satunya seperti yang akan kubahas kali ini.
"Menulislah karena Ia Tak Mengenal Kasta"
Yes. Itulah salah satu faktor penting yang membuatku tetap setia.
Siapa pun kamu, tak ada larangan untuk menulis. Tak perlu sungkan untuk ngeblog, misalnya. Tak perlu munduk-munduk sehari semalam dulu hanya untuk bisa menerbitkan buku. Tak perlu kesal karena saat ingin bersuara kamu diserobot orang yang lebih dominan/suka carmuk. Tak perlu juga harus diam seribu bahasa seperti boneka hanya karena kamu bukan siapa-siapa (fyi: kita semua seolah tahu peraturan tidak tertulis di dunia nyata bahwa kamu harus punya power dulu baru boleh banyak omong/baru dianggap).
Menulis tak mengenal itu semua. Siapa pun kamu, ya SIAPA PUN, boleh dan bisa banget menulis apa pun medianya. Kita semua sama dalam dunia literasi: sama-sama boleh baca, sama-sama boleh menulis. Sama sekali tidak ada syarat khusus kalau menulis harus dari golongan tertentu. NOPE.
Ada banyak temanku yang Allah beri kondisi "khusus", namun punya kemampuan menulis luar biasa. Tak sedikit pula di antara mereka yang memenangkan kompetisi menulis, mengalahkan orang-orang dengan kondisi sebagaimana umumnya. Masyaallah.
Untukmu yang tak terlalu bisa bebas bersuara di dunia nyata karena berbagai alasan, coba deh menulis, at least untuk healing dulu. Setelah merasakan banyak manfaat, biasanya kamu akan tertarik untuk menulis secara profesional (misal untuk tujuan menghasilkan cuan).
Menulislah karena ia tak mengenal "kasta". Yuk!
Tomohon, 5 Maret 2023
(Ditulis saat staycation bersama keluarga)
Haloha. Udah menginjak hari keempat bulan Maret. Sebagaimana janjiku pada diri sendiri, walaupun hanya Allah saja yang tahu karena aku enggak woro-woro sebelumnya, bahwa di Maret ini aku pengin bangett rajin ngeblog. Harus. Entah gimana caranya. Enggak peduli sedang enggak di rumah seperti sekarang. Enggak peduli sedang ngerjain hal lain yang lebih penting. Pokoknya harus banget satu hari satu tulisan di sini. Kalau toh enggak sempat bikin tulisan baru, kita bisa juga posting tulisan lama. Seperti yang aku lakukan sekarang (dan sebelum-sebelumnya). Fyi, salah satu kebiasaanku emang nulis di catatan tentang apa saja baik hal-hal receh maupun resume terkait keilmuan/ceramah. Poin utamanya buat reminder diri sendiri sihh, tapi ternyata berguna juga untuk bahan ngeblog apalagi jika waktu sedang tak memungkinkan untuk berlama-lama ngetik. Catatan-catatan lama itu ibarat tabungan yang bisa kita gunakan saat butuh.
Seperti sekarang misalnya, aku posting catatan resume bedah buku yang kuikuti tahun lalu. Langsung aja yess.
![]() |
Sumber foto: IG perpusBI |
Buya Hamka
Pujangga, sastrawan, ulama, pahlawan (ikut perang melawan penjajah), dan content creator (aktif di radio, kaset, televisi, dan menulis 100-an buku).
Buya Hamka pernah dalam fase disuruh mengaji, malas >> malah nonton film. Padahal, sebagaimana kita tahu beliau adalah salah satu ulama besar.
Kalau dilihat dari apa yang sudah beliau lakukan, maka sangat pantas jika Buya Hamka diperkenalkan pada generasi muda karena so related.
Catatan untuk generasi sekarang:
1. Buatlah hal inspiratif yang bisa melintasi zaman seperti Buya Hamka.
2. Reminder untuk semua: apa yang ingin kita "tinggalkan" untuk generasi penerus. Kira2 apa yang nanti mereka lihat dari kita? "Nenek moyangku kok dulu galau mulu/marah2 terus di medsos" atau "Wah, ternyata nenek moyangku banyak melakukan hal2 positif"
Tantangan menulis buku biografi:
1. Me-menage informasi yang begitu luas
2. Selebihnya tak terlalu ada kesulitan berarti karena Buya Hamka adalah sosok yang sangat jujur to the max (no jaim jaim klub)
Poin penting di buku ini:
1. Hamka sebagai anak harapan keluarga, terutama ayah. Padahal tak selamanya keinginan ayahnya sama dengan keinginannya >>> related dengan kondisi anak-anak zaman sekarang. Tapi hebatnya Hamka dia bisa menyelaraskan semuanya tanpa harus timbul konflik.
2. Hamka dan Soekarno: boleh dibilang love and hate relationship
- Hamka suka baca tulisan Soekarno dan Soekarno suka baca tulisan Hamka, mereka saling mengagumi
- Tapi di masa kepemimpinan Soekarno, Hamka dipenjara tanpa sebab
- Saat Soekarno meninggal, ia request disholatkan Hamka, dan Hamka dengan legowo tanpa dendam sama sekali menyanggupinya.
Hal positif yang nyata bisa kita tiru dari Buya Hamka adalah tidak mendendam.
Saat Buya Hamka dipenjara tanpa dasar/tanpa sebab, dia menerimanya dengan legowo. Ketika kemudian Buya Hamka bisa keluar dari penjara, alih-alih balas dendam, beliau malah bersyukur dengan bilang, "Untung dipenjara, selesai deh itu tafsir".
Bahagia Itu Dimulai dari Diri Sendiri, Sebuah Review Acara Bedah Buku
Kali ini, saya akan share hasil resume acara bedah buku Oktober tahun lalu yang diadakan Perpus BI secara hybrid. Daripada hasil catatan saya terongok begitu saja, akan lebih baik kalau di-posting juga di sini. Huehehe.
Berikut hasil resume sayaa yang bertajuk bahagia itu ya harus kita mulai dari diri sendiri. Harus bangett tuntass dengan diri sendiri sebelum berinteraksi dengan orang lain agar tak ada hati yang tersakiti karena pelampiasan luka batin. *Tsaah....
Langsung saja saya copaskan dari catatan saya waktu itu. Yukks. Inilah poin-poinnya.
![]() |
Sumber foto: IG perpusBI |
Narsum I: Bu Sofie Beatrix
Ecotheraphy atau Ecohappiness
Ketika alam tak seimbang, kehidupan manusia pun. Di Jepang, ecotheraphy sebenarnya sudah menjadi bagian dari kehidupan seperti berjalan di hutan atau alam, misalnya.
Ecotheraphy bisa untuk mengatasi trauma yg sangat mendalam, fobia, dan membantu kita menemukan makna kehidupan. Pada akhirnya/ujung-ujungnya, kita akan semakin bersyukur dan menyadari kebesaran Allah.
From healing to empowering (yang notabene adalah tujuan utama dari Ecohappiness Living/Theraphy) harus melalui beberapa tahapan: healing >>> meaning >>> empowering. Jiwa kita harus bersih dulu sebelum memberdayakan orang lain.
Prinsip ecotheraphy untuk kesehatan mental:
1. Hadir secara penuh, hadir lahir batin, fokus. Misalnya ketika sedang mengobrol dengan orang lain di dunia nyata >> stop main HP meskipun itu nyambi kerjaan, fokuslah mendengarkan. Terlihat sederhana, tapi bisa mengurangi stres jika dipraktikkan.
2.Merasakan apa yang sedang kita hadapi. Misalnya sedang berjalan-jalan di alam >> rasakan seperti apa.
3. Terkoneksi dengan tiga energi utama di dunia: manusia, alam, dan Tuhan.
Konon tiap generasi merasa generasinya paling tangguh ðŸ¤. Contoh konkret adalah membandingkan dengan kalimat, "Kalau dulu..., anak sekarang lemah," atau penamaan generasi stroberi yang notabene yang ngasih nama siapa? Generasi sebelumnya ðŸ¤.
Padahal, harusnya tiap generasi memberikan insight-nya masing-masing, misal generasi sebelumnya share pengalamannya dan bukan saling menyerang/membandingkan.
Tiap generasi punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau bisa saling melengkapi. Misal generasi sebelum/generasi lampau >> punya kebijaksanaan. Generasi sekarang >> punya tingkat kecepatan yang tinggi.
Jembatan antar-generasi adalah EMPATI agar bisa berkolaborasi.
***
Narsum II: Bu Elsa Christine
Anak zaman sekarang sedikit2 healing, benarkah? Meskipun penting, tapi jangan jadikan healing sebagai alasan.
Toxic Positivity, terlihat positif padahal toxic. Misalnya ada teman kena musibah dan responmu, "Kamu kurang ibadah kaliii, udah sabar aja, kamu itu harus bersyukur,"
Kuadran Perasaan (mood meter):
1. High energy, high pleasantness
2. Low energy, high pleasantness
3. High energy, low pleasantness
4. Low energy, low pleasantness
Kenali perasaanmu yang sebenarnya untuk mengetahui apa yang harus kamu lakukan selanjutnya.
Hanya 36 persen orang yang benar-benar tahu apa yang sedang ia rasakan (studi). Masih banyak orang yang denial/tidak mau mengakui perasaan yang sebenarnya karena takut/khawatir dengan stigma.
Yang bisa kamu lakukan agar sehat mental:
1. Check in with yourself, daily: mulai hari dengan bertanya bagaimana perasaanmu saat ini (harus jujur pada diri sendiri, ga boleh denial)
2. Check others around you: cek bagaimana kondisi orang-orang di sekitarmu (sebaiknya bertanya langsung ke ybs daripada tanya ke orang lain karena nanti jadi ghibahðŸ¤)
3. Seek out help when needed (ketika merasa dirimu tidak baik-baik saja, segera minta tolong ahlinya).
Salah satu indikator lingkungan kita saat ini tidak sehat: kita takut speak-up (sungkan untuk bilang yang sebenarnya meskipun itu secara baik-baik/sopan).
Meskipun kesehatan mental sangat penting untuk diperhatikan, tapi jangan sampai kamu mendiagnosis diri sendiri. Harus pihak berwenang/ahli yang mengklaim hal tsb, tak sesederhana browsing di Google tentang kesehatan mental terus mengklaim diri sendiri depresi. NOPE.
Fakta terbaru tentang global disability >>> salah satu penyebab terbesarnya adalah depresi, bukan lagi jantung.
Musuh kita bersama: STIGMA
Cara untuk "mengatasi" stigma: jangan mudah berkomentar negatif ketika ada orang pergi ke psikolog atau psikiater, berusaha memaklumi, & menjadi pendengar yang baik ketika ada teman curhat (divalidasi, bukan dijustifikasi).
Dalam kehidupan sehari-hari, yang membantu sehat mental juga poin berikut:
1. Punya circle atau lingkungan sosial yang bagus/positif, tak merasa sebatang kara di dunia/tak merasa berjuang sendiri.
2. Memiliki bahan pembicaraan yang membangun/bukan ghibah dengan circle.
Materi dari Teh Rifka (Tsukuba), Juz 20
Materi dari Teh Rifka
Beberapa poin yang digarisbawahi dari Juz 20:
Surat An-Naml
Ayat 62
Allah menggambarkan sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah sebagai pengingat kaum qurais saat itu.
Allah akan mengabulkan doa orang yang ada dalam kesulitan yang hanya memohon kepada-Nya. Maka, berdoalah dan sampaikan segala hajat kita hanya kepada Allah.
Ayat 89 & 90
Tentang ajakan pada kebaikan dan kejahatan dimana keduanya sama-sama akan mendapatkan konsekuensi: mengajak kebaikan mendapat pahala, mengajak kesesatan mendapat dosa.
Surat Al-Qoshosh
a. Disinggung lagi cerita tentang Nabi Musa As, misal ayat 7 tentang wujud tawakal Ibunda Nabi Musa saat terpaksa menghanyutkan Nabi Musa, kemudian Allah berjanji bahwa kelak Nabi Musa akan kembali kepadanya. Dan, janji Allah itu benar adanya.
Hikmah: cerita-cerita tsb kelak akan menguatkan Rasul dan para sahabat ketika awal berjuang/berdakwah yang juga mengalami banyak tantangan, bahwa para pendahulunya pun juga mengalami hal yang sama.
b. Allah membalas orang-orang sombong dengan neraka.
c. Dalam kisah Qarun yang sangat kontradiktif dengan kisah Nabi Sulaiman (sama-sama diberi kenikmatan duniawi, tapi beda respon), Allah memberi pelajaran pada kita bahwa sombong terhadap yang dimiliki hanya akan membinasakan karena Allah tidak suka dengan orang yang membanggakan diri.
d. Kelebihan dan kelapangan rezeki sesungguhny adalah bagian dari kekuasaan Allah. Maka jika kufur nikmat, akan merugi.
Surat Al-Ankabut
a. Ujian (baik sesuatu yang menyenangkan maupun tidak) adalah suatu keniscayaan untuk mengetes keimanan kita.
b. Perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, namun ketika mereka mengajak ke hal yang tidak baik maka tidak boleh dituruti.
c. Janji Allah yang pasti akan menyelamatkan orang-orang yang teguh dalam keimanannya.
d. Orang yang mengambil pelindung kepada selain Allah ibarat laba-laba yang sedang membuat rumah (rumah yang paling lemah, rapuh, dan mudah rusak) dimana rumah tsb tidak akan bisa menjaga dan melindungi mereka.