Pojok Jakarta dalam Frame

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - May 13, 2019


Saya menyesal kenapa dulu ketika kakak masih tinggal di Meruya dan saya cukup sering ke sana enggak pernah sekali pun mengambil foto. Ya, memang sih, masa itu, awal 2000-an, kegiatan dikit-dikit foto masih belum populer. Dianggap aneh kayaknya kalau enggak ada hujan dan angin tiba-tiba senyum terus foto dengan pose ke mana-mana seperti sekarang. Alhasil, kenangan dengan ibu kota ketika saya masih remaja lewat begitu saja. Enggak ada bukti konkret selain ingatan yang bisa hilang sewaktu-waktu.

Saya juga menyesal kenapa saat masih tinggal di Cikarang Pusat, Deltamas tepatnya, dan lumayan sering kilar kilir ke Jakarta kurun waktu 2009 - 2012 enggak mendokumentasikannya sesering sekarang. Padahal, sebenarnya ada begitu banyak peristiwa yang layak diabadikan dalam bentuk foto.

Itu sebabnya, kali ini saya enggak mau lagi mengulangi kesalahan yang sama. Setiap ada kesempatan ke ibu kota, saya selalu berusaha mengamati obyek yang berbeda untuk kemudian saya abadikan. Enggak jarang, yang saya ambil gambar sekarang itu sebenarnya adalah yang dulu pernah memiliki sejarah.

Kali ini, saya mengamati suasana di sekitar Monas, Perpusnas, dan hotel tempat saya menginap. Hasilnya seperti ini.

Lenggangnya jalanan di Sabtu pagi seolah mengingatkan saya bahwa Jakarta adalah salah satu tempat favorit mengais rezeki. Hari libur sepi, hari kerja enggak usah ditanya. Terbukti. Dokpri

Sebagai ibu yang masih memiliki batita sangat aktif, sepinya jalanan depan monas jelas menjadi keuntungan tersendiri. Dokpri.

Saya pun dulu pernah menjadi bagian di dalamnya. Hal yang paling saya ingat, suami kecopetan HP. Dokpri.

Suasana seperti ini seolah langka. Sangat. Padahal, jelas pemandangan seperti ini yang diinginkan. Benar, kan. Enggak cuma orang yang butuh metime, jalanan juga. Dokpri.

Dulu, mas-mas gojek belum lahir. Sekarang, enggak usah ditanya. Sepi cuma saat libur kerja. Dokpri
Siapa pun kamu, pasti merasa leluasa, kan. Ah, memang, kesendirian tak harus berkonotasi dengan kesedihan. Justru kadang sebaliknya, representasi kemerdekaan dan kebebasan. Dokpri.

Semua bertanya kapan Jakarta sepi selain lebaran, tapi tetap saja mereka ke sini dan menetap. Bukan masalah tidak boleh atau boleh, tapi berusaha realistis saja. Ternyata, sekadar bertanya atau menggantungkan jawaban ke orang atau pihak lain bukan hal yang bijak juga. Dokpri.

Di foto yang saya ambil saat ke Jakarta Ramadan ini, saya memang lebih tertarik mengamati suasananya. Lain kali, saya akan mengamati orang-orangnya. Ekspresi mereka menghadapi kerasnya ibu kota. Pastinya beragam. 🙂

#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-8

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)