Traveling tanpa Anak: Yay or Nay

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - May 20, 2019


Jadi beberapa waktu yang lalu, lupa tepatnya kapan, ada yang nanya di salah satu grup yang saya ikuti tentang keikutsertaan anak saat traveling: yey or nay. Intinya gitulah, ya. Selama ini, saya enggak pernah tertarik untuk komen di grup tsb, tapi kok ya kemarin tuh gatal bangett buat ikutan nyerocos. Xixixi.
Komen saya
Saya jadi pengin menuliskan opini saya ini di blog. Sebelumnya, saya mengingatkan bahwa tulisan saya ini ENGGAK bermaksud NYALAHIN siapa-siapa. Alias, hanya sekadar menuliskan sikap saya gimana. Jadi tolong enggak usah baper kalau sekiranya bertentangan. Ya wajar to ya kalau semisal beda, lha wong emak bapaknya aja beda, apalagi suaminya. Yeekann.😂

Okaihh, maaf jadi ngelantur. 😆

Jika ditanya saya termasuk tim apa: pergi sama anak atau bisa pergi sendiri, maka jawaban saya JELAS yang pertama. Dengan asumsi si anak masih kecil ya sebab kalau udah besar ya beda lagilah.

Jujur aja, setelah menjadi ibu, memang ada begitu banyak yang berubah dalam diri saya yang itu semua saya sebut sebagai KONSEKUENSI logis.

MISAL:

Jika dulu saya bisa ikut even ini, itu, anu yang semua atas izin dan dukungan suami, intinya bebas ke mana-mana, maka setelah punya anak berbeda. Saya lebih berpikir dua sampai tiga kali untuk menghadiri sesuatu, kecuali yang sifatnya senang-senang sama bocah.

Untuk saat ini, mendelegasikan Taka dalam jangka waktu yang lama ke orang lain selain saya siapa pun itu bukanlah opsi. Ya kalau pun iya palingan ke ayahnya. Tapi kan kami masih LDM. Jadi ya bisanya kalau pas suami pulang aja. Sedangkan, penginnya kalau pas ngumpul bertiga yaa menghabiskan waktu bersama sebagai bentuk quality time, bukannya kerja.

MISAL LAGI:

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan tawaran untuk menjadi tim sesuatu yang intinya berhubungan dengan pendidikan. Memang sih tahun 2016 atau 2015 ya lupa, saya pernah menjadi tim pembuat soal SBMPTS untuk wilayah Jawa - Bali. Sebelumnya, saya juga pernah mengajar, menjadi editor buku pelajaran, dan menulis buki-buku serta artikel pendidikan. Jadi ya in syaa Allah nyambung.
Enggak takut kesempatan hilang? Kesempatan selalu ada walau bentuknya beda. Yang enggak ada, kesempatan untuk membersamai anak, "megang" mereka sendiri... yang hanya sekali, enggak akan bisa kembali.

Tawaran tersebut sangat menggiurkan dan pasti saya IYAKAN andaikata tidak mewajibkan saya selalu hadir dalam pertemuan.

"Sudah, Taka kan bisa dititip kakek neneknya. Enggak apa-apa kok wong dia juga udah gede,"

Justru karena Taka udah 2 tahun yang notabene lagi masa-masa aktif-aktifnya itu saya kok merasa gimana gitu ya kalau nitipin ke mbahnya sementara saya pergi berjam-jam. Ya, walaupun perginya juga untuk tujuan kebaikan.

"Ya, udah, ajak aja!"

Beberapa kali memang Taka saya ajak saat saya diundang sebagai pembicara. Tapi saat itu dia sama ayahnya yang notabene dah pahamlah ya ayahnya. Tapi kalau sama selain itu, ehm... gimana yaa. Inilah, masalah keyakinan emang enggak bisa dipaksa kan ya. Xixixi.

Dulu, saya menulis 100 halaman sehari kuat. Ngerjain artikel puluhan perharii, yukk. Yaa eyaalahh kerjaan cuma nulis ajaa gitu lhoh. Setelah jadi ibu? Saya menulis ketika anak tidur. Ketika dia bangun, saya fokus sama dia. Apalagi anak laki-laki ini kan energinya besar dan penginnya mengeksplor banyak hal ya, jadi saya merasa harus teliti selama dia masih belum bisa membedakan ini bahaya atau enggak.

Balik lagi ke soal traveling sama anak: yay or nay.

Dari penjelasan di atas sudah jelas ya saya tim apa: tim halan-halan sama anak. Ke mana pun saya pergi, pasti ada bocah. Prinsip saya saat muda dulu kalau emang masih ingin bebas sebebas-bebasnya, enggak usah nikah dulu atau kalau udah nikah enggak usah punya anak dulu. Yaa, daripada nanti "tantrum" di tengah jalan kan malah kasihan anaknya yang notabene enggak salah apa-apa jadi korban.

Setiap pilihan mengandung konsekuensi yang harus dijalani, bukan. :)

Traveling bersama anak memang sedikit rieweh dibandingkan sendiri atau sama suami aja. Saya masih ingat gimana dulu kalau pergi, semisal pulang kampung sendirian, bawanya CUMA tas ransel doang. Pakaian? Kan di kampuang dah ada, ngapain bawa lagi. Praktis banget, deh. Dan, itu semua enggak bakal berlaku ketika keluyuran bareng bocah, bahkan walaupun itu cuma dari mana ke mana yang intinya masih satu kota. Pastilah, rempong.

"Ih, kamu terlalu perfeksionis, deh. Aku aja punya anak 10 masih bisa ini itu anu main sendiri enggak apa-apa,"

Nah, ya itu. Allah itu Mahaadil. Mungkin inilah alasan kenapa saya baru dikasih hamil setelah 8 tahun menikah.

Bila ke diri sendiri saya bisa bodo amat, tapi kalau ke anak enggak. Kecuali, kalau dia nanti sudah besarr dan jadi laki-laki yang LAKIK. Ya udah sih, giliran dia yang berada di garda depan. 😆

Traveling bareng anak mungkin rieweh, tapi akan lebih rieweh secara pikiran kalau saya pergi sendiri sementara dia saya titipkan ke siapa. Walaupun, saya bisa tiap detik vicall misalnya, tetap saja rasanya beda.

Ini bukan masalah protektif atau enggak. Saya pun enggak pengin kok jadi ibu yang seperti itu. Tapi, ini lebih ke masalah tanggung jawab dan keyakinan aja. Tiap orang beda-beda kan, ya.

Untuk sekarang, saya ingin menikmati fase ini, fase ke mana pun saya pergi anak selalu ada di sisi. Ini tidak selamanya. Akan ada saatnya saya dan bocah layaknya "teman" yang punya urusan masing-masing yang nanti bakal janjian ketemu di mana. :)

#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-15

  • Share:

You Might Also Like

11 comments

  1. Kalau saya, traveling tanpa anak rasanya ada yang kurang. Ujung-ujungnya, bukannya travellingnya jadi menyenangkan, yang ada malah kepikiran di rumah.

    ReplyDelete
  2. Ayo mba.. Nambah momongan lagi.. Biar rame halan-halannya :)

    ReplyDelete
  3. Traveling biasanya saya ajak anak meski masih beberapa bulan. Cuman rempong aja bawannya but it's happy. Kadang sih nitipin anak kan deket juga jaraknya sama mama juga mertua.


    Keren nih, Mbak, amat sangat produktif bisa nulis puluhan atau banyak halaman dalam sehari, maybe karena masih single, ya. Udah punya anak or babby prioritasnya juga berubah. Terkadang mengurus anak kadang jauh lebih berharga dibandingkan peluang yang menggiurkan. Dinikmati aja. Jangan terlalu mendengarkan opini orang karena ini hidup kita sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu mah masa lalu bun
      Sekarang udah punya anak masih fase menikmati
      Nanti kali y kalau anak dah gedean dikit menggila lagi nulisny xixixi

      Delete
  4. Salut deh bisa nulis puluhan artikel dalam sehari kalau saya kibar bendera putih hehehe

    saya senengnya pergi bawa 3 anak sekaligus. Biarpun rempong, tapi hati lebih tenang.

    ReplyDelete
  5. Kayaknya kita satu tim, deh. Hehe
    Travelling pas udah ada si kecil ya harus sama dia. Trus prioritas terbesar saat ini si batita juga, baru yang kedua nulis ;)
    Kalau ada event sehingga mengharuskan keluar rumah, saya pilih-pilih dulu. Biasanya weekend pas misua bisa nungguin si kecil, atau kalau pas weekday ya si Eyang Uti bisa Bantu nungguin. Karena pada beberapa event memang dilarang bawa anak kecil. Jika dua orang di atas tdk bisa jagain, saya pilih mundur, dong.
    Insya Allah, semua ada saatnya.
    Let's enjoy our part now :)

    ReplyDelete
  6. Saya juga sejauh ini kalau pergi travelling selalu bawa si kecil, kecuali kalau pergi ke pasar atau ada kegiatan yang keluarnya cuma sejam dua jam. Tapi kalau bepergian jarak jauh sampai memakan waktu lama ya saya juga nggak tega dan rela tinggalin anak sendiri, sekalipun itu nitipnya ke nenek atau tantenya.

    ReplyDelete
  7. Saya yang mana ya? Kayaknya sih tipe jalan-jalan dengan anak. Iyalah, di Bogor sendirian, nggak ada orang tua. Masa anaknya dititipin ke tetangga. 🙈

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)