"Kutukan" Profile Picture

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - January 27, 2019





“Sekaliii ajaa, Mas. Pleasee,” kataku merajukk pada laki-laki yang sudah kukenal tiga belas tahun itu.

“Enggak,” jawabnya singkat sembari sibuk bermain CoC, game terbaru yang katanya bagus, tapi aku sama sekali enggak tertarik.

“Dihh, aku aja gonta-ganti enggak masalah, tuh. Aku cuma minta sekali aja enggak boleh,” aku keukeuh seperti biasa kalau sudah mauku maka akan kuusahakan banget untuk mendapatkannya walaupun itu untuk hal-hal yang bagi orang lain sepele.

“Wah, bentar lagi WAR,” jawab suamiku dengan mata berbinar, enggak nyambung.

“Iyaa, aku tahuu, ntar lagi WAR,” kataku sok mengerti bahwa beberapa menit lagi akan ada perang di game Clash of Clans.

“Makanya, sebelum WAR, ganti dulu dong,” keukeuh

Suamiku tetap enggak merespon. Dia sibuk dengan mainannya.

**

Sebenarnya, aku bukan tipe istri menye, maaf kalau kata-kataku menyinggung sebagian besar para istri di Indonesia. Kenyataannya emang gitu. Aku istri yang tergolong nyantai dan enggak suka mempermasalahkan hal-hal enggak penting. Kerjaanku sendiri saja sudah banyak. Lagian, malas juga berantem untuk hal-hal yang enggak perlu. Buang-buang waktu dan yang pasti aku enggak mau kecantikanku berkurang karena hatiku porak poranda. Teteup. Haha.

Tapi entah mengapa, akhir-akhir ini sisi kewanitaanku seolah menonjol, salah satunya masalah ini. Padahal, dulu-dulu aku enggak pernah mempermasalahkannya. Dan setiap kali kutanya, suamiku selalu menghindar, malas menjawab atau berdebat denganku katanya. Gemeesss!!!

“Mas, aku istri sahmu enggak, sih?” tanyaku suatu ketika.

“Ngomong apa, sih?” 

“Nanya doang. Jawab aja kenapa?”

“Mas, aku cantik, enggak?” kuganti pertanyaanku sebelum suamiku sempat menjawab pertanyaan pertamaku. Sepertinya juga enggak akan dijawab karena bagi dia enggak penting.

“Ya kalau enggak, mana mungkin aku nikahin kamu,” jawaban yang sama dengan sebelum-sebelumnya.

“Mas, cinta enggak sama aku?” entah kenapa bibirku seolah enggak ingin berhenti menanyakan hal bodoh ini.

“Apaan, sih. Ya kalau enggak, …”

“… mana mungkin aku nikahin Kamu. Aku dah tahu lanjutannya. Gak kreatif banget sih dari dulu jawabnya itu,” potongku.

**

Aku tidak mengerti juga kenapa tiba-tiba menanyakan hal-hal yang enggak jelas seperti ini. Aku juga meminta hal-hal aneh yang bukan aku banget. Dan, aku semakin kesal juga gemas ketika suamiku seolah tidak mengindahkan permintaan anehku itu. Padahal, aku enggak minta pesawat terbang atau dibeliin pulauu. Permintaanku sangat sangat sangat sangat sederhanaa: aku ingin suamiku mengganti PROFILE PICTURE di semuaa media sosial yang ia miliki dengan foto KAMI BERDUA.

Aneh? Enggak, kan?

Sebenarnya, aku juga bukan tipe istri yang suka membanding-bandingkan suami. Aku sudah merasa nyaman dengan suamiku yang enggak romantis. Dari remaja, aku memang bercita-cita enggak mau punya pasangan hidup yang pandai merangkai kata. Entah kenapa. Mungkin, aku tergolong perempuan antimainstream. Dan lagi, apa yang sudah diperbuat suamiku hingga detik ini, itu semua sudah lebih daripada sekadar romantis. Intinya, suamiku adalah laki-laki yang guee banget, yang emang Allah titipkan padaku sesuai permintaan dan keinginanku dulu.

**

“Kok diem ajaa biasanya ngoceh mulu,” goda dia, suamiku

“Aku lagi bete,” jawabku singkat

“Ciee,”

“Kenapa, uang belanja kurang?” tanya dia lagi.

Aku menggeleng, malas. Beteee. Gemess!!

“Harusnya dia bersyukur kalee punya istri aku yang enggak neko-neko. Aku cuma minta Profile Picture di semua medsos yang ia miliki diganti dengan foto kami berdua aja, gitu enggak mauu. Susah banget, sih!!” kataku pada diriku sendiri, ngegerundel.

“Mas enggak sayang aku. Udahlah enggak usah bohong. Mas malu kan punya istri aku?” 

“Lhoh,” suamiku kaget

“Iyaa. Kalau enggak malu, Mas mau dong ngikutin permintaan aku buat ganti PP,”

“Ituu lagii,” jawabnya. Wajah suamiku berubah menjadi tidak menyenangkan. Aku tahu. Mungkin dia marah karena aku mempermasalahkan hal yang sama.

“Apa susahnya sih Mas? Terus, alasan Mas enggak mau itu apaa? Aku curigaa!” aku mulai mengomel.

Iya, benar. Ini memang masalah sangat sepele. Dan dulu-dulu, aku enggak pernah mempermasalahkan ini. Suamiku bahkan pernah bilang di awal kami menikah bahwa dia memilihku sebagai istrinya karena aku ini wanita yang penuh semangat dan selalu berpikir positif, enggak mudah curiga, beda dengan wanita-wanita yang ia kenal sebelum-sebelumnya.

Aku sendiri juga enggak ngerti kenapa seperti ini. Apa aku kerasukan? Atau, memang wajar keinginanku ini? Narsis dikit dengan suami, emang enggak boleh? Yang pacaran enggak jelas aja percaya diri pasang foto berdua. Lhah, yang jelas-jelas udah halal, kenapa seolah jadi aib gini, sih?

Gemeess!!!

“Ya udah kalau itu emang maumu. Aku ganti PP-ku,” jawab suamiku, rada kesal, tapi akhirnya diturutin juga permintaanku.

“Yeeahh, makasih yaa, Sayang. Gitu dong dari kemarin-kemarin. Biar semua orang di dunia ini tahu bahwa istrinya Bang Arief itu caaanntiiikk. Jadii, enggak akan ada wanita lain yang berani ngegodain suamiku yang ganteeng dan pinterr juga baik hati iniii,” jawabku sambil memeluk suamiku dari belakang. MODUS banget. Hahahaha.

“Enggak ada kok yang ngegodain aku. Kamu tenang aja,” jawabnya serius sambil melepaskan pelukanku.

Sepertinya suamiku kesal. Ah, entar aja kurayu. Biasanya, kurayu bentar juga udah klepek-klepek. Sekarang, aku menikmati “kemenananganku” duluu. Yeaahh.

***

“Nih …!!” kata suamiku sambil menyerahkan androidnya.

“Apaan?” tanyaku.

“Baca aja,” jawabnya singkat.

“Yang mana?” tanyaku lagi berlagak cupu.

“Semua medsosku,” jawabnya singkat, enggak bersemangat.

Aku cukup syok dengan apa yang terjadii. Enggak nyangka kalau medsos suamiku jadi rame. Di LINE, Hangout, We Chat, Facebook, What’s App, dan BBM, semuaaa ramai dengan pesan-pesan aneh. Beberapa memang membuatku tersipu, tapi lebih banyak lagi pesan yang membuatku mual bahkan muntah.

“Rieef, istrii Loo. Busett. Baru tahu gue kalau Lo punya istri secantik itu. Eh, kalau gue tugas di tempat Lo, kenalin, yaa. Sekalian, pesen satu yang kayak istri Lo,”

“Cie cieee, beauty and the …. Terusin sendiri dah Rief. Gak mau nyakitin perasaan Lo gue mah. *lol*,”

“Cantik, sholehah, dan kelihatan cerdas. Eh, bener, gak? Lo cari di mana yang kayak gitu? Bagi satu, dong! Upss, becanda, Broo. Woless, yaa!”

“MasyaAllah. Nikmat Tuhan mana yang kau dustakan, Rif. Allah tuh Mahaadil, ya. Yang biasa-biasa ajaa, dikasihnya yang cantik pakai banget. Sedangkan yang cakep kayak guee, dikasihnya yang biasa-biasa aja,”

Dan, masih banyak pesan-pesan “berantai” lainnya yang enggak kuat lagi kubaca.

Aku benar-benar merasa bersalah. Aku tidak tahu jika akhirnya jadi seperti ini. Aku sendiri tidak pernah merasa bahwa diriku cantik. Kedua orangtuaku tidak pernah bilang kalau aku cantik. Pun kakakku satu-satunya. Dia dulu malah sering meledekku. Semasa remaja, aku juga tidak pernah pacaran. Hanya Mas Arief-lah satu-satunya pacarku yang notabene beliau adalah suamiku. Dia adalah laki-laki pertama, terakhir, dan satu-satunya yang masuk dalam hatiku. Aku benar-benar tidak menyangka kalau seperti ini jadinya karena pada saat remaja pun aku adalah gadis tomboy yang cuek dan tidak memedulikan siapa-siapa yang menyukaiku.

“Mas, PP-nya diganti aja, yaa,” kataku, takut-takut

“Ya enggak mungkinlah. Laki-laki yang hobi berganti-ganti PP itu, …. Ah, sudahlah. Ini kan yang kamu inginkan?” jawab dia

Suami normal pastinya akan terbakar cemburu ketika istrinya banyak yang memuji. Dan, aku pun enggak nyaman dengan hal itu. Sama sekali tidak nyaman.

“Mas, please, Mas. Ganti aja PP-nya,”

“Kamu kira gampang,” jawab suamiku tegas, seolah ingin membuatku jera dan merasa bersalah.

“Iyaa, sih. Ya udah, gimana. Aku kan enggak tahu, Mas, kalau jadinya seperti ini. Mas sih enggak pernah bilang aku cantik. Mana kutahu kalau ternyata aku cantik banget. Lhah, aku mah orangnya cuek-cuek aja kalii, Mas,” 

“Memangnya harus kuungkapkan? Kan kamu udah tahu aku gimana? Apa yang kulakukan semuanya dan selama ini segalanya itu semua membuktikan kalau apaa?” jawab suamiku serius banget.

“Maaf, Mas,” hanya itu yang bisa kukatakan. Aku tidak bisa berkata-kata lagi.

**

Kecantikanku hanya untuk suamiku. Inilah komitmenku sejak aku mengenalnya. Sekarang aku paham kenapa dia tidak pernah mengganti PP-nya dengan foto kami berdua. Dia juga pernah bilang kalau bersih-bersih rumah bagian teras dan halaman depan, itu bagian dia. Aku cukup bersih-bersih bagian dalam saja. Dia tidak ingin istrinya digodain atau disuitin anak-anak kos depan rumah kami. Ah, kenapa aku enggak nalar. Seharusnya, aku beruntung memiliki suami yang sangat menjagaku. Maafkan aku, Mas.

**

“Aku ganti foto pemandangan yang pas kita kemarin berlibur ke bukit itu, ya. Nanti kalau anak kita sudah lahir, kuganti dengan foto anak kita,” kata suamiku.

“Siaapp, Mas!!” jawabku semangat, kali ini tanpa protes.



Tulisan di atas adalah tulisanku di annida-online yang websitenya saat ini supended


  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. Karena laki2 itu mahluk yg paling susah mengungkapkan perasaannya Yos makannya ya jadi salah tanggep di pikiran perempuan 😬😬😬 padahal maksd dia nggak gitu kok 😬😬

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)