Ibu Bahagia, Anak Cerdas Emosinya

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - November 17, 2021


Menemukan sosok cerdas intelektual yang ternyata memiliki ibu emosional bukanlah hal sulit. Seenggaknya sampai detik ini, saya hampir selalu dipertemukan dengan orang-orang pintar yang memiliki latar belakang tidak seindah sangkaan orang-orang. Bahkan enggak sedikit yang sejak kecil sudah mengalami luka batin. Mereka semua adalah sosok-sosok yang secara intelektual diakui CERDAS/bahkan JENIUS oleh lingkungan.

Yang susah menemukan yang bagaimana? Yang cerdas emosi (enggak hanya kognitif saja) yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis (ibu tidak bahagia, ayah pemarah, atau semacamnya). Ya, ini yang cukup langka walau bukan berarti enggak ada.

Anak cenderung meniru apa yang ia dapatkan dari orang tua, bukan. Jika orang tuanya enggak bahagia, energi negatif itu pun akan ia serap. Suatu saat ketika si anak sudah menjadi orang tua, tumpukan emosi masa lalu bukan hal yang gak mungkin akan disalurkan ke anaknya. Begitu seterusnya. 

Berkaca dari hal tersebut, saya bertekad untuk menjadi ibu yang bahagia. Saya kira, semua ibu juga sama: ingin yang terbaik untuk buah hatinya dan ingin anakny lebih baik daripada dirinya.

Untuk mewujudkannya, saya melakukan poin-poin berikut:

1. Melakukan sesuatu yang disukai (syukur lagi kalau ternyata menghasilkan)

Melakukan sesuatu yang kita sukai jelas bisa meningkatkan kebahagiaan. Tiap ibu berbeda. Jika saya suka menulis, maka teman saya bisa jadi sebaliknya. 

2. Berinteraksi SEHAT dengan orang lain.  Ya, menjadi ibu bukan berarti harus total putus dari dunia nyata dan maya. Ya enggak gitu juga sih. Hanya saja memang harus pandai-pandai memilah dan memilih mana yang toxic mana yang enggak. Kita sendiri yang memutuskan. Jangan salahkan orang lain, sih. Kita punya pilihan kok. Misal, enggak usah terlalu dekat dengan orang yang sekiranya membuat kita enggak nyaman (indikator tiap orang beda-beda).

3. Mensyukuri hal-hal kecil sejak bangun pagi. Ya, jika tidak bisa menyukuri yang kecil bagaimana bisa mensyukuri yang besar? Begitu katanya.

4. Melakukan olahraga favorit. Saya pernah baca, tapi lupa di mana karena udah lama, katanya salah satu mengatasi kegalauan adalah dengan melakukan pergerakan. Jangan magerlah ya intinya. Huehehe.

5. Berdoa. 

6. Belajar sesuai fokus/kesukaan masing-masing. Ya, belajar ini enggak pandang usia, beda sama sekolah. Belajar mah selama nafas masih nempel. :)

7. Legowo dengan hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, salah satunya pendapat orang tentang kita yang sifatnya negatif.

8. Yang utama dan tidak kalah penting (malah ditaruh di poin terakhir lol): selalu berkomunikasi sehat dengan pasangan. Bukan berarti enggak pernah konflik, tapi tentunya diselesaikan dengan baik dari hati ke hati. Pasanganmu bukan cuma buat status "udah nikah nih", tapi ya seyogyanya harus benar-benar jadi sahabat terbaik sehati, sejiwa. :)

Hapakah saya selalu sukses menerapkan poin-poin di atas? Tentu saja tidak🤭🤣, makanya saya tulis di sini juga sebagai pengingat diri sendiri. 

9. Poin super terakhir bangettt: memaafkan kesalahan diri sendiri, memaafkan ketidaksempurnaan diri, berjanji akan lebih baik lagi. Tidak ada pelajaran berharga tanpa kesalahan, bukan.

Apakah saya merasa sudah jadi ibu yang sempurna? Tentu saja tidak, jauhh dari sempurna malah. Tapi saya percaya bahwa kita gak perlu jadi super sempurna dulu (karena sosok seperti itu ga akan pernah ada) untuk mengingatkan, utamanya mengingatkan diri sendiri.

Saya rasa kita semua punya cita-cita serupa terkait anak: ingin mereka tumbuh jadi anak yang baik, ilmunya bermanfaat, dan selamat dunia akhirat. Normatif bangetlah ya intinya. Kita doa sama-sama ya dan saling mengingatkan juga. Semoga kita semua bisa jadi ibu yang bahagia, terlepas dari tantangan yang sedang kita hadapi saat ini. Aamiin.

Ibu bahagia, anak cerdas emosinya. :)


Manado, 11.02 WITA

(Ditulis di sekolah anak, sembari nunggu dia pulang daripada bengong 🤭)



  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)