Hari ke-197 di Jepang: Menengok Salah Satu Tempat Bersejarah di Daerah Harajuku

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - July 15, 2020

Senin 13 Juli kemarin, aku pergi ke salah satu tempat bersejarah di daerah Harajuku. Sebenarnya, rencana Selasa. Tapi menurut prakiraan cuaca, kemarin hujan deras (dan benar). Mengingat sisa waktu di sini cuma tinggal delapan bulan lagi, jadi aku enggak mau menyia-nyiakan. Apalagi saat status darurat nasional ditetapkan beberapa waktu silam, aku benar-benar "anteng" di Tsukuba aja. Jadi ketika statusnya udah dicabut, keinginan untuk berpetualang (walau enggak kalap) seolah muncul dengan sendirinya.

Seperti apa perjalananku kali ini?

Tentu saja seperti yang sering kutulis di postingan sebelumnya bahwa langkahku dimulai dengan naik bus C10 dari dormi. Enggak dinyana, aku bertemu dengan tetangga yang mau menjemput anaknya. Kami sempat ngobrol mengenai anak TK di sini yang belum diajari calistung. Ehm... jadi ingat buku yang pernah kubaca. Anak TK di Jepang memang diajari pendidikan karakter dulu seperti mengantre (biar kelak enggak main serobot dan mau bersabar dengan proses), mengurus diri sendiri (biar jadi anak yang mandiri), bermain bersama teman (melatih toleransi), dan semacamnya. :)

Kira-kira dua puluh menit kemudian, aku sampai Tsukuba Senta. Kami berpisah melanjutkan perjalanan masing-masing: dia ke TK anaknya dan aku ke stasiun Tsukuba Express.

Waktu hampir menunjukkan pukul 14.00 JST ketika kereta dengan mode semirapid melaju. Suasana di dalam kereta biasa aja. Dibilang sepi, tapi hampir semua kursinya terisi. Dibilang ramai, enggak ada yang berdiri dan aku masih bisa memilih untuk memposisikan diriku di tempat favorit (pojok).

Stasiun tujuanku kali ini Kita Senju yang notabene sudah masuk wilayah Tokyo. Stasiun asal nomor 20 sedangkan tujuan nomor 5. Tarifnya? 1.048 Yen.

Aku enggak sempat mengabadikan banyak foto di tempat yang katanya merupakan salah satu stasiun tersibuk di jaringan Tokyo Metro ini. Alasannya? Ramai orang-orang berlalu lalang "membawa" urusan masing-masing yang membuatku jadi sungkan kalau jalan santai sambil cekrak cekrek. Ya, tidak ada yang jalan sambil ngobrol. Semuanya serba cepat. Di Stasiun Tsukuba atau di stasiun lainnya pun begitu. Sampai detik ini, belum pernah kutemukan orang-orang berjalan santai sambil ngobrol atau bercanda di stasiun. Semuanyaa... sweriess.
Nama stasiun ini mengingatkanku pada Akira Senju, nama komposer yang meramu ost-nya anime Full Metal Alchemist.
Semoga transportasi di tanah air kelak bisa seperti ini, menyeluruh dan terintegrasi. Aamiin, Ya Allah.
Tujuanku selanjutnya Chiyoda Line yang lokasinya enggak terlalu jauh dari tempatku turun. Dengan kereta milik Tokyo Metro ini, aku menuju Stasiun Meiji Jingumae atau yang akrab dengan nama Harajuku Station.

Dari pojok ke pojok.
Suasananya gimana? Kali ini, lumayan penuh. Ada beberapa yang berdiri.

Meski melewati 14 stasiun, hampir sama dengan Tsukuba - Kita Senju, tapi tarifny jauh berbeda. Kali ini, Kita Senju - Harajuku, hanya dipatok 242 Yen.

Sebenarnya, akhir Februari kemarin, aku udah ke daerah sini. Tapi enggak sempat ke Kuil Meiji. Hanya mampir di Yoyogi Park saja. Alasannya? Ramai wisatawan. Kali ini, kondisinya jauh berbeda. Bukan lantaran karena hari kerja karena toh dulu hari kerja juga sangat ramai. Tapi semua tahu kalau karena covid-19. Wisatawan luar belum boleh ke sini entah sampai kapan.

Setelah menghabiskan waktu di dua kereta, Tsukuba Express dan Chiyoda Line, akhirnya aku sampai juga di tempat tujuan, Stasiun Harajuku.
Penampakan Stasiun Harajuku dari belakang.
Rupanya, daerah Harajuku baru saja hujan deras karena saat aku sampai sisa-sisa itu masih ada. Beberapa orang masih terlihat membawa payung.
Lokasi Kuil Meiji sebenarnya persis di sebelah Stasiun Harajuku. Hanya saja, karena aku tadi keluar dari pintu depan stasiun, jadi ya harus rada muter dulu. Kira-kira jalan dua menit, aku sampai di pintu gerbang masuk kuil atau tori.
Penampakan torii atau pintu gerbang pertama.
Konon, menurut kepercayaan umat Shinto, torii ini memisahkan dunia antara manusia dengan dewa. Ehm... pantas saja orang-orang Jepang yang melewati ini membungkukkan badan dulu seolah mengucap salam. Kalau kita lihat foto di atas nampak orang-orang juga berjalan di pinggir. Dari yang aku baca, jalan lebar di tengah memang untuk para dewa. Tapi kalau banyak turis seperti bulan-bulan kemarin gimana, ya. Entahlah. 

Untuk menuju Kuil Meiji sendiri, kita masih harus jalan lagii. Lumayan jauh, tapi tenang saja karena pemandangan di sekeliling benar-benar asriii. Dan lagi, bukannya sejak di sini emang udah biasa jalan jauh, ya. Xixixi.

Seperti inilah pemandangannya. Bisa jadi perisai saat panas dan hujan.




Ada sekitar 100.000 lebih pohon dari beragam spesies yang berasal dari sumbangan orang-orang saat kuil ini pertama kali didirikan. Enggak heran kalau sejukk bangett. Ademm bangett. Seolah, ini bisa jadi tempat "melarikan diri" sesaat di tengah Tokyo yang sibuk dengan hal-hal duniawi. Melihat pohon di mana-mana gini aja rasanya semua beban hilang. Enggak heran,  tempat ini menjadi salah satu favorit masyarakat sini. Enggak hanya untuk beribadah atau wisata saja, kemarin aku juga sering berpapasan dengan mereka yang jogging.

Sebelum memasuki gate atau torii kedua (masih belum kuilnya, ya), aku disuguhi dengan pemandangan guci arak yang dijajar rapi bertuliskan nama-nama penyumbangnya. Seperti ini.
Setelahnya, ada jalan bercabang. Tapi aku memilih untuk masuk ke torii kedua. Di bagian ini, kita akan disuguhi banyak tulisan yang sedikit menjelaskan era Meiji serta kegiatan yang kerap ada di sini seperti upacara pernikahan, festival, dll.
Meiji Jingu atau kuil Meiji adalah kuil yang dibangun oleh parlemen Jepang tahun 1920-an untuk mengenang Kaisar Meiji dan istri beliau yang sudah wafat. Jasa Kaisar Meiji memang sangat besar. Bisa dibilang, di era beliaulah cikal bakal Jepang menjadi negara seperti sekarang ini. Kalau baca bukunya Michael Heart "100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah", kita akan tahu bahwa Kaisar Meiji masuk sebagai salah satu tokoh berpengaruh (nomor satunya Rasulullah).

Jujur, kalian sendiri, kalau dengar kata MEIJI, apa sih yang terlintas di kepala? Ada yang mungkin autoinget merk es krim. Ada yang langsung ingat nama cokelatt. Ada juga yang mungkin ingat dengan sebuah "gerakan" revolusi yang enggak cuma terkenal di Jepang saja, tapi juga seluruh dunia: Restorasi Meiji.

Ya, Kaisar Meiji adalah kaisar pertama setelah sekian lama Jepang berada di bawah kepemimpinan Shogun (militer). Sedangkan Restorasi Meiji bisa dibilang adalah serangkaian gerakan yang berpuncak pada dikembalikannya pimpinan tertinggi Jepang pada Kaisar. Restorasi Meiji juga menjadi tonggak perubahan besar-besaran Jepang dari yang sebelumnya sangat tertutup, kalau kata anak zaman sekarang mungkin ansos, menjadi lebih terbuka terhadap dunia luar hingga bisa sangat maju seperti sekarang ini. Kok jadi nyambung ke, "Emang orang tuh harus bergaul ya biar maju". LOL.




Enggak semua tulisan yang ada di sana kufoto tentunya karena nanti malah enggak menikmati perjalanannya.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya aku sampai juga. Di bagian ini, di beberapa titik, ada larangan keras untuk foto terutama yang berkaitan dengan ibadah. Yang aku posting di bawah ini adalah spot yang boleh diambil fotonya.


Setelah menikmati tempat seluas 70 hektar ini, minus mampir museumnya karena menghindari tempat tertutup, aku pulang. Mungkin nanti aku akan balik ke sini plus ke Yoyogi Park saat musim gugur. Penasaran dengan daun ginkgo yang kelak berwarna kuning. Apa suasananya akan mirip drakor The King atau Goblin? Xixixi. Kita buktikan saja nanti.

Rute pulang kali ini sedikit berbeda dengan saat berangkat. Dari stasiun Harajuku, aku naik Yamanote Line ke Akihabara. Dari sana barulah naik Tsukuba Express.

Suasana di Yamanote Line, sangatt ramaii. Ini kali pertama aku naik  lagi setelah status darurat dibuka. Sama aja ternyata. Dulu pas naik juga ramai. Sekarang pun. Oh iya, jarak dari Stasiun Harajuku ke Stasiun Akihabara lumayan jauh, tapi tarifnya murah: 168 Yen aja.

Sampai di Akihabara, aku langsung menuju Tsukuba Express karena udah soreee bangett. Tapi, aku sempat foto sekitar sembari jalan, huehehe, teteup.
Berbeda dengan saat berangkat, saat pulang kondisi kereta Tsukuba Express sangat ramai karena orang-orang pada pulang kerja. Bersyukur, aku masih dapat tempat duduk karena mengantre di urutan pertama. Barulah di daerah Moriya, orang-orang banyak yang turun. 

Kurang lebih 40-an menit, aku sampai Tsukuba. Alhamdulillah, berasa pulang. Kangen udara Tsukuba yang menurutku lebih dingin euy, huehehe. Oh iya, tarif dari Akihabara ke Tsukuba 1.205 Yen.

Sekian cerita jalan jalanku kali ini. Semoga bisa diambil hikmahny. Buatku sendiri ini adalah rekam jejak selama di sini. Kelak, saat di tanah air, aku bisa baca lagi.

Aku juga ingin berterima kasih pada pencipta Google Maps karena alat tsb benar-benar membantuku saat pergi ke tempat asing. Sangat bisa diandalkan banget. Alhamdulillah.

  • Share:

You Might Also Like

16 comments

  1. masya Allah harajuku cakep banget ya. Torii nya gede dan unik. sekilas kaya kayu gelondongan disusun

    ReplyDelete
  2. Kalau aku belum pintar baca gmaps. Jadi masih butuh teman buat jalan ke tempat asing, hahaha

    Btw, aku kalau nonton Dorama sering settingnya di kota. Tapi sesekali ketemu tempat yang adem. Biasanya memang kuil, hutan. Bikin pikiran lebih santai

    ReplyDelete
  3. Kalau lihat di film-film dan teman-teman yang tinggal di Jepang kayanay wajob banget lihat prakiraan cuaca ya mbak kalau mau keluar rumah.
    Ke Harajuku jadi tau sejarahnya juga ya mbak, menarik itu sejarah gerbang yang dilewati juga. Ayo mbak posting lagi daerah lainnya selagi masih di Jepang. Ke Tokyo gak mbak titip salam buat Jerome :-D

    ReplyDelete
  4. Sejuk banget kelihatannya di daerah kuil itu ya, Mbak. Memang jadi berasa kayak dipayungin kalau pohon-pohonnya serimbun itu

    ReplyDelete
  5. Wah, aku malah gagal fokus dengan pendidikan karakter yg lebih dulu diutamakan sejak anak usia dini. Hmm, makanya ya orang Jepang hingga usia tua memiliki pribadi kuat gitu ya

    ReplyDelete
  6. Duuh..betul2 asri ya taman itu. Pohon2 besar nan rindang sungguh membuat nyaman suasana ya.. Semoga kelak.aku bisa ke sini juga. Aamiin..

    ReplyDelete
  7. Saya salfok sama bagian awal2 soal sistem pendidikan Jepang yg anak tk nya justru di ajarin pendidikan karakter dulu dr pada calistung.

    Tapi kalo dipikir2 bener juga sih. Soalnya pendidikan karakter itu lebih sulit di ajarin drpada calistung misalnya

    ReplyDelete
  8. Adem, indah dan enak dilihat pohon pohon sampai 100.000 sumbangan pohon. Subhanallah. Indah banget nih kuilnya.

    ReplyDelete
  9. Salah satu mimpi bisa jalan ke Jepang bareng keluarga mbak dan memang senang dengan berbagai tempat di sana. Btw Yamanato Line itu padat juga ya.

    ReplyDelete
  10. Rute dari gerbang menuju kuil Meiji dipenuhi pohon-pohon besar yang terawat sangat baik. Dari foto tampak adem banget utk pejalan kaki, jg rasa aman dan nyaman melaluinya.
    Jadi mengingat-ingat pelajaran sejarah tentang Restorasi Meiji membaca ini.

    ReplyDelete
  11. Mbak Yoshi suka banget sama perjalanan selama menetap di Jepang. Jaga kesehatan ya mbak.

    ReplyDelete
  12. Wah suka banget baca postingan ini. Menghibur di saat ga bisa kemana-mana kayak sekarang. Semoga suatu saat bisa ke Jepang

    ReplyDelete
  13. setiap mampir ke Tokyo aku selalu main ke Harajuku mba..senang banyak yang bisa dilihat. Jadi kangen jalan ke sini lagiii

    ReplyDelete
  14. Gerbang di setiap kuil sama kah, kak?
    Mengingatkanku akan anime Inu Yasha yaa...atau Sailormoon yang pakai baju biksu gitu...
    Adeemm bener...
    Menyatu dengan alam.
    Dan bersih banget.

    ReplyDelete
  15. Hiks
    Aku jadi kemana mana di blog-mu Mbak
    Sampai hampir lupa komen di sini

    Selalu ada hal terindah meski sudah berhari hari ya

    ReplyDelete
  16. Ciri khas gapura Kuilnya Jepang banget ya. Yaiyalah, haha

    Ternyata ya gapura Jepang seperti itu memiliki makna. Di Surabaya sendiri masih ada gerbangnya dan karena gak ngerti, orang-orang lewatnya di tengah dong haha

    Membaca di sini jadi tau sibuknya Jepang kayak apa. Kereta yang tak pernah sepi, jalannya serba cepat.

    Mbak Miyosi kalau mau jalan-jalan bikin catatan rutenya dulu ya, kayaknya udah lancar banget gak ada cerita kesasar, haha

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)