Hari ke-192 di Jepang: Kondisi Asakusa di Hari Libur setelah Status Darurat Diangkat

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - July 10, 2020


Minggu 5 Juli kemarin, aku ke Asakusa. Kali ini tanpa anak dan suami. Rencanaku memang cuma bentar aja, sih. Begitu urusan selesai, langsung pulang. Ini bukan kali pertama aku ke salah satu tempat favorit tujuan wisatawan tersebut. Sebelum pemerintah menetapkan status darurat, beberapa kali aku ke sana. Lagi-lagi alasannya mumpung di Jepang. Alasan lain, aksesnya sangat mudah. Meski hitungannya udah beda provinsi atau prefektur, tapi tidak butuh waktu lama untuk menjangkaunya. 

Tujuanku ke sana kali ini untuk mengamati seperti apa kondisi Asakusa pasca pemerintah melepas status darurat guna menunjang tulisan di salah satu majalah organisasi para istri tempat suamiku bekerja. Kabarnya sih sepi. Tetangga beda dormi, teman suami, yang sehari sebelumnya ke sana juga bilang demikian. Memang, Asakusa kerap dipadati wisatawan asing. Mungkin ini juga salah satu alasannya kenapa masih sepi meski status darurat sudah dicabut, yakni karena pemerintah Jepang masih belum mengizinkan negara luar, terutama yang kasusnya masih tinggi untuk masuk ke sini. Sedangkan menggunakan visa pelajar saja masih belum bisa, apalagi visa biasa yang hanya untuk sekadar jalan-jalan. Sedih, ya Allah.

Baiklah, kumulai saja ceritaku, ya.

Perjalananku dimulai setelah pamitan ke suami dan anak. Pukul 06.30 JST, aku sudah siap di halte Ichinoya. Masih ada lima menit untukku merekam suasana sepi di sekitar sebelum bus C10 yang datang. Bisa dibilang, Minggu adalah giliranku pergi karena Sabtu alias sehari sebelumnya, suamikulah yang pergi sendiri ke Akihabara. Huehehe.

Pemandangan di bus saat aku naik adalah seperti ini. Sepii.

Hanya ada aku, om-om, dan sopirnya.
Barulah di daerah Amakubo, penumpang mulai banyak. Enggak bisa aku foto karena kondisi. Tapi yang jelas, mereka semua termasuk aku memakai masker. 

Dua puluh menit kemudian, aku sampai di stasiun dimana kereta api ekspress yang akan membawaku ke tempat tujuan berada. Seperti inilah kondisinya kala itu.


Hanya ada aku.
Sebelum naik Tsukuba Express, aku memastikan dulu saldo PASMO-ku cukup. Jika dari dormitori ke Tsukuba Senta tadi, aku enggak perlu bayar lagi karena sudah punya kartu anggota yang notabene bayarnya per tahun di muka (fasilitas khusus untuk penghuni dormitori Universitas Tsukuba), maka kali ini aku harus bayar. Untuk mengisi atau sekadar mengecek saldo, kita bisa melakukannya sebelum pintu masuk. Aku sudah pernah membahasnya di postingan sebelumnya. Tarifnya sendiri dari Tsukuba ke Asakusa sebesar 1.152 Yen. Kalau pergi pulang ya tinggal mengalikannya saja.

Saldo 1.484 Yen hanya cukup untuk pergii aja.
Karena ternyata saldo PASMO-ku enggak mencukupi untuk PP, jadi ya harus kuisi dulu. Huehehe.

Aku memilih naik Tsukuba Express yang rapid pagi itu. Alasannya ya tentu saja biar cepat sampai, cuma sekitar 30 menitan untuk jarak kurang lebih 60-an km. 

Tepat pukul 07.00 JST, kereta api berangkat. Kondisi gerbongku sepii, hanya ada beberapa orang saja. Barulah lumayan ramai alias banyak yang masuk ketika sampai di Moriya. Oh iya, karena rapid, kereta api hanya mampir di beberapa stasiun saja: Moriya, Nagareyama Otakanomori, Minami Nagareyama, Kita Senju, Minami Senju, dan barulah tujuanku... ASAKUSA. 

Dan, seperti inilah kondisi ASAKUSA di hari libur, pagi hari, pasca pemerintah mencabut status darurat. Intinya sih masih sepi. Hal tersebut sangat jauh berbeda ketika aku ke sini beberapa bulan yang lalu di waktu yang sama (hari libur dan pagi hari). At least, meski masih banyak toko yang belum buka, tapi para wisatawan sudah memadati jalan.

Selanjutnya, foto-foto di bawah ini yang akan mewakili.


Maaf, bapak-bapak tersebut enggak sengaja tertangkap kamera, hadeuhhh.
Lokasi di gang yang dulunyaa di waktu yang sama (pagi) ramai orang berlalu-lalang.
Dulu di daerah ini pernah ketemu orang mabok, sekarang... sepiii. Hanya ada satu orang saja di ujung sana.
Ini di daerah Kuil Sensoji. Ternyata sedang direnovasi. Oh iya, di sini, kita bisa lihat penampakan Tokyo Skytree dari jauh.
Duluuu, meski toko di Nakamishe Shopping Street ini masih banyak yang belum buka, tapi jalanan dipadati orang-orang untuk foto-foto. Sekarang? Bisa gegoleran, nih.
Banyak berpapasan dengan mereka yang sedang olahraga.
Sepi kan jalanannya.
Ada toko yang sudah mulai buka.
Hanya ada beberapa penduduk lokal, itu pun melakukan aktivitas biasa: olahraga & bersepeda (di sini sepeda adalah salah satu kendaraan yang menunjang aktivitas sehari-hari).
Entah kenapa, serasa ada yang kurang ketika melihat tempat yang biasanya padat jadi sepi. Senang sih artinya bisa bebas, tapi sedih juga seolah tidak ada kehidupan.
Di salah satu pusat perbelanjaan populer Jepang cabang Asakusa, terlihat beberapa orang beraktivitas.
Pemandangan yang menyentuh hati: kakek dan nenek. Aku menerka, mereka baru saja beribadah bersama.
Salah satu tempat untuk foto yang dulu enggak pernah kusangka bisa sesepi ini.
Bertemu beberapa orang yang ingin berdoa.
Selain ada ramen halal, di sepanjang "pasar" Nakamise Asakusa ini juga ada yang jualan kebab. Mau?
Kaminari Gate yang seolah menjadi batas terakhir Tokyo zaman dulu. Kalau jalan terus ke sana, kita akan disuguhi Asakusa versi modern alias versi sekarang.
Pengin naik becak Jepang atau Jinrikisha? Tapi itu cuma patung, huehehe. Walau ada juga sih yang nyata cuma aku belum pernah. Enggak tahu kenapa kok merasa kasihan lihat abang-abangnya yang masih muda dengan penampakan yang mirip artis drakor Jepang banget itu narik-narik ini, ya walau mereka baik-baik aja, sih. Belum kepikiran untuk naik ini sampai sekarang. Biar nanti suami dan anakku saja. :D
Daerah sekitar Sensoji Temple masih direnovasi.
Bagaimana? Bisa dilihat sendiri sesepi apa. Kalau malam sih enggak tahu ya karena belum pernah dan enggak tertarik juga, wkwkkwk. Hanya saja, ketika aku bandingkan dengan waktu yang sama-sama masih pagi di hari libur, jelas terlihat ada perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah ada Covid-19. Tentu ini semua subyektif, bisa saja cuma kebetulan. Maksudnya, bisa saja ketika temanku ke sini pagi hari dan di hari libur juga tapi di tanggal yang berbeda, kondisinya enggak sesepi ini.

Kalau kemarin, rata-rata yang kutemui cuma orang-orang yang sedang olahraga, wisatawan lokal, dan penduduk sekitar aja.  Bahkan, stasiunnya pun relatif sepi.

Stasiun tempat Tsukuba Express di Asakusa berada.
Tidak ada antrean yang berarti seperti dulu.
Itu tadi pengamatanku di Asakusa pagi hari saat libur pasca pemerintah mencabut status darurat nasional. Seperti apa kondisi di hari kerja? Ya, Tanggal 7-nya, aku ke sana lagi, kali ini sama suami dan anak. Apa tetap sepi? Tunggu di postingan berikutnya, ya.

Doaku, semoga pandemi segera berakhir dan wisatawan luar bisa ke sini lagi, termasuk teman-teman di tanah air yang udah janjian sama aku untuk reuni di tempat ini. Doa yang sama untuk Indonesia tercinta dan dunia. :)

  • Share:

You Might Also Like

8 comments

  1. aminn mba, aku sedih dengan kondisi sekarang, meskipun sudah mulai rame tapi malah serem mba disini, orang2 sepertinya lupa kalo pandemi belum berakhir, malah korbannya muncul dari orang terdekat.

    ReplyDelete
  2. Senangnya bisa bekerjasama dengan suami sehingga sama2 punya kesempatan untuk explore Jepang. Nggak nyangka sama sekali dunia akan seperti ini ya. Dulu kemana-mana serasa dekat dengan kemajuan transportasi, sekarang yg dekat pun nggak bisa ketemu. Semoga segera ketemu vaksinnya. AKu suka sekali main ke blog ini. Menyenangkan melihat Jepang dari mata residen meski tempatnya juga lokasi wisata. Kalau dari mata wisatawan mah, sudah banyak yg ngeblog begitu. Semoga kita semua sehat selalu ya.

    ReplyDelete
  3. Asiknyaa...
    Di Jepang sudah boleh jalan-jalan.
    Btw, sekarang lagi musim semi kah?
    Keliatan dari fotonya...udaranya nyaman banget buat naik Jinrikisha, #eh jalan-jalan, maksudnya...hehhee~

    ReplyDelete
  4. Kalau sepi begini, enak buat foto-foto ya. Gak ada obyek yang harus disingkirkan wkwk. Tapi sayangnya ya gitu, sepi banget gak terasa hawa liburannya. Kalo di Indonesia mah udah rame seperti hari-hari tanpa virus.

    ReplyDelete
  5. Asakusa ini kawasan ya Mbak? Kalau ingin ke sana gak pakai bayar-bayar tiket kan? Tapi kok bisa ramai begitu ya. Pernah dengar ada apot foto di Asakusa yang gak pernah sepi pengunjung!

    Selain kuil, pusat perbelanjaan, daya tariknya apa lagi mbak? Menurit saya bisa saja, suasananya nggak Jepang-Jepang banget (kecuali gerbangnya) haha..

    Ya maklum, cuma lihat dari foto aja haha..

    ReplyDelete
  6. Jadi inget temenku yang di Jepang , dia lagi kerja dan dapat bantuan gt dari pemerintah Jepang. Btw doain aku ya kak semoga aku bisa ke Jepang sama keluarga, pengen banget ngerasain tinggal disana selama beberapa tahun hehe.

    ReplyDelete
  7. Subhanallah.. luar biasa ya pengaruh pandemi ini. Sampai sesepi itu suasananya. Tapi pertanda baik loh itu mba, masyarakatnya tertib mengikuti petunjuk kesehatan. Nggak kayak di Indonesia sini yang pada bandel berdesak-desakan, ga pake masker dan santai aja kayak di pantai. :( Makin menggila nih kenaikan penderita Covid, rumah sakit udah pada overload.

    ReplyDelete
  8. Wuih sampe sepi gt ya mba. Di sini mah udah malah banyak korbannya. Barusan ada tetanggaku yang masuk OTG (orang tanpa gejala), jadi perumahan di lockdown deh. Hmm. Amin mbak semoga pandemi ini bisa lekas selesai ya mba :)

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)