3 Dokumen Penting yang Harus Diurus untuk Tinggal di Jepang Lebih dari Setahun
By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - December 22, 2019
Alhamdulillah, akhirnya bisa menuliskan semua yang saya alami beberapa waktu belakangan di blog pribadi. Mohon maaf ya kalau postingan kali ini banyak mengandung zurzol. Bukannya biasanya juga gitu, ya? Xixixi. Tapi, tetap berharap sih semoga tulisan yang saya buat dengan sepenuh hati ini bermanfaat buat yang baca, utamanya buat kalian yang berencana untuk tinggal di Jepang.
*menghembuskan napas duluu sebelum mulai zurrhattt*
Tahun 2019, suami mendapatkan beasiswa ke negeri Sakura. Itu artinya, masa-masa LDM sejak September 2016 akan segera berakhir karena ayahny bocah berencana membawa serta anak dan istri alias kami. Alhamdulillah.
Meski tidak menetap dalam jangka waktu lama, hanya dari awal Januari 2020 sampai dengan akhir Maret 2021, tapi tetap saja yang namanya pindahan itu ribet. Lebih-lebih, beda negara. Lha wong yang "cuma" pindahan beda provinsi (pas awal nikah 2009 dari Jawa Timur ke Jawa Barat) dan beda pulau (2013 dari Pulau Jawa ke Kalimantan) saja riiweehh bangett. Yee, kaan. Wes, pokoknya semua sepakat ya kayaknya bahwa pindah ke tempat baru di mana pun berada ituu memang lumayan kompleks, terlepas dari segala macam keseruan yang didapat. Ada harga, ada rupa. 😆
Dari beragam kesibukan untuk pindah ke Jepang menyusul suami yang udah lebih dulu di sana September kemarin ini, saya menyimpulkan bahwa untuk tinggal lebih dari setahun di negara matahari terbit, ada TIGA dokumen penting yang harus kita urus.
Bagi orang yang enggak terlalu suka dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan administrasi seperti saya, hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri. Syukurin! Kapan lagi, hayo? LOL. Saya masih ingat kapan mengganti KTP dari yang awalny berstatus "single" jadi "married". Normalnya, pasangan baru nikah akan langsung ganti KTP. Saya? 8 tahun setelah menikah. Alasan? Ya itu, bayangin ribetnya bikin autojiper plus emang merasa enggak punya waktu kapan mau ngurus (halah alasan tok, jangan ditiru!). Alhasil kalau ke mana-mana, misal menginap di hotel sama suami sebelum tahun 2016, saya selalu bawa buku nikah buat jaga-jaga kalau ditanya di ktp statusny single tapi kok sekamar sama cowok.
Itu sebabnya, momen pindahan ke negaranya Nodame ini benar-benar membuat saya harus mau repot. Bahkan kalau ditarik mundur, keriuhan mengurus administrasi ini itu sudah terjadi sejak dua sampai tiga tahun yang lalu. Dan ternyata setelah dijalani ya seru-seru aja, akhirnya enak-enak sendiri. Jadi buat teman-teman yang masih berpaham males ngurus administrasi apalah itulah seperti saya dulu, semoga segera dapat hidayah. LOL.
Okaii, back to the topic. Jadi, apa aja TIGA dokumen penting yang harus dipersiapkan dan diurus sebelum tinggal di Jepang? Saya menyebutnya dokumen meski realitany ada yang berbentuk lain. Biar gampang aja, ya.
1. PASPOR
Mengurus paspor saat ini relatif lebih mudah. Yang perlu kita lakukan hanya mengambil nomor antrean via online atau aplikasi untuk kemudian kita gunakan saat mengajukan secara langsung di kantor imigrasi.
Cara daftar via online pun sangat gampang, yaitu:
- Download aplikasi "Layanan Paspor Online" di playstore
- Bikin akunnya sesuai petunjuk, jangan sampai keliru memasukkan data (bisa dibaca dengan saksama di aplikasinya)
- Pilih kantor imigrasi tempat dimana kita akan mengajukan paspor
- Jika kuota masih ada, kita akan langsung mendapatkan nomor antrean
Berikutnya, daftar via offline alias langsung mendatangi kantor imigrasi. Yang perlu kita siapkan, yaitu:
- Nomor antrean yang kita dapat dari aplikasi online, kita skrinsyut
- Kartu identitas: saya eKTP sedangkan bocah KIA
- Kartu keluarga
- Ijazah pendidikan terakhir
- Buku nikah
- Akta kelahiran
- Paspor orang tua kalau ada (untuk anak)
- Uang
Sedangkan alurnya sendiri seperti ini (dari yang saya alami saat mengurus di Kantor Imigrasi kelas III Kediri):
- Serahkan nomor antrean yang didapat secara online ke petugas yang udah siap sedia di depan pintu masuk
- Mereka akan bertanya untuk apa kita bikin paspor, pertanyaan informal sih ini, sembari menyerahkan form yang harus kita isi
- Isi form dengan sangat hati-hati. Untuk paspor anak, yang ngisiin ya ortunya, kecuali kalau anakny udah bisa nulis xixixi
- Selesai isi form disertai dengan melampirkan dokumen-dokumen terkait, yang asli hanya ditunjukkan saja, kita akan mendapat nomor antrean untuk masuk ke dalam ke tahap berikutny
- Di dalam, data-data kita akan di kroscek lagi
- Kemudian, kita akan mendapat nomor antrean lagi untuk foto dan wawancara. Ibu yang membawa anak mendapat prioritas. Alhamdulillah
- Foto
- Wawancara
- Bayar @ Rp300.000,00
- Mendapat form untuk pengambilan paspor, maksimal 1 bulan. Kalau enggak diambil-ambil, pengajuan kita dibatalkan.
2. COE
Dokumen berikutnya yang kita butuhkan untuk bisa tinggal lama di Jepang adalah CoE atau Certificate of Eligibility. CoE ini merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak Imigrasi Jepang yang menyatakan bahwa orang yang namanya tercantum di situ LAYAK untuk tinggal di negara matahari terbit.
Siapa yang mengajukan permohonan CoE? Sponsor atau pihak yang ada kaitan langsung dengan orang yang akan tinggal di Jepang. Kalau suami jelas diurusin pihak kampus. Saya? Suamii, duonkk. Siapa lagi emang. Wkk.
Gampangannya kalau diilustrasikan, si pemohon yang sekaligus juga penjamin ini melapor atau memberitahukan ke pihak Jepang bahwa dia akan "mbawa" orang dari luar Jepang untuk tinggal lama di sana. Tentu saja si penjamin akan menginformasikan melalui dokumen-dokumen yang dibawa bahwa track record orang tersebut positif: baik hati, rajin menabung, tidak sombong, dan sifat-sifat yang ada di pelajaran PPKn lainnya. Nanti, pihak Jepang akan mereview dengan saksama apa benar yang dikatakan si penjamin? Kalau iyes, maka CoE akan turun. Kalau sebaliknya, yawes... mau gimana lagi.
Untuk yang senasib dengan saya, maksudnya ikut suami belajar, cara mendapatkan CoE ini ada 2 cara, yaitu:
- Berangkat bareng suami dengan visa kunjungan. Nanti kalau sudah sampai Jepang, barulah mengurus CoE untuk kemudian mengurus visa dependent.
- Duduk manis di rumah sambil berdoa dan beramal saleh alias nunggu suami yang ngurus CoE di Jepang. Yang itu artinya, suami berangkat duluan sedangkan istri baru berangkat setelah CoE terbit.
Prosesnya cem manaa, Mii? Alhamdulillah, cukup lancar. Yaa, walau saat prosesnya ada bumbu "drama-drama korea" alias galau "CoE-ku kapan nongol ini, ayahny bocil dah pengin nyebokin bocil, nih. Hadeuhh," LOL
Kalau saya tuliskan secara runtut, proses CoE saya seperti ini:
- 25 September, suami sampai Jepang, langsung nyicil ngurus dokumen-dokumen yang diperlukan sembari dia ngurus keperluan kuliah.
- 11 Oktober, pas besoknya ada topan dan sudah diperingatkan untuk enggak ke mana-mana (utamanya saat topan datang 12 Oktober), suami mengajukan aplikaai CoE di MITO. Yaa, enggak di Tokyo. Alasannya? Lebih dekat dengan kampus suami, Tsukuba, karena doi ada kuliah siangnya. Deuh Mase terharu aku. Apa ini yang kata pepatah topan pun akan kulalui demi kamu? Eaa... xixixi.
- 29 November, CoE terbit. Berapa lama ya berarti? 1 bulan 18 hari. Menurut saya cepat karena kalau baca-baca ada yang sampai 3 bulan.
- 3 Desember, CoE sampai di tangan suami
- 4 Desember, CoE dikirim suami ke Indonesia (ke saya) dengan menggunakan EMS ekspress
- 16 Desember, CoE beserta kelengkapan untuk mengajukan Visa Dependent sudah ada di tangan saya. Ya, ternyata suami enggak cuma ngirim CoE, tapi juga printilan dokumen buat ngurus Visa. Katanya biar saya bener-bener cuma setor muka aja pas ngurus Visa. Totwit.
- Formulir permohonan COE yang ditandatangani oleh yang mengajukan. Kalau saya berarti ya suami
- Surat kesanggupan membiayai anak dan istri. Poin 1 dan 2 bisa didapat di website Imigrasi Jepang
- Terjemahan bahasa Inggris akta lahir anak
- Fotokopi akta lahir anak (akta asli dibawa untuk ditunjukkan saja)
- Terjemahan bahasa Inggris surat nikah dan KK
- Fotokopi surat nikah (yang asli dibawa untuk ditunjukkan)
- Certificate of Enrollment yang dikeluarkan oleh universitas tempat belajar, kalau suami saya berarti Universitas Tsukuba
- Letter of Guarantee (LoG) dari beasiswa sebagai sertifikat penghasilan
- KTP di Jepang (Residence Card untuk ditunjukkan saja)
- Fotokopi paspor istri dan paspor diri sendiri (yang ini plus aslinya untuk ditunjukkan saja)
- Pas foto anak dan istri berwarna, 3×4.
- Amplop berperangko 380 yen dan ditujukan ke alamat kita di Jepang
- Amplop yang lebih kecil dari ukuran B5. Kalau amplop B5 perangkonya 420 yen
- Jika mengajukan untuk istri dan anak, maka semua dokumen di atas dibuat 2 rangkap (masing-masing istri dan anak 1 rangkap).
- Nanti setelah memasukkan dokumen, pemohon akan diberi resi dan nomor kontak untuk mengecek apakah dokumennya lengkap atau tidak (biasanya 2 minggu setelah pengajuan)
- CoE akan dikirim sekitar 1 bulan dari pengajuan yang dianggap lengkap (jika tidak lengkap saat pertama mengajukan, seluruh dokumen akan diminta untuk dibawa pulang dan diminta kembali setelah melengkapi)
3. DEPENDENT VISA
Visa dependent ini adalah visa untuk mereka yang ingin tinggal di Jepang lebih dari 90 hari. Mengurus visa ini relatif mudah selama persyaratannya lengkap.
Saya mengurus visa ini di kantor Konsulat Jenderal Jepang yang berlokasi di Jalan Sumatera Surabaya, sesuai ektp saya yang beralamatkan Jawa Timur.
Seperti ini alur saya:
- Selasa, 17 Desember, berangkat jam 5 pagi dari Batu, saya cuzz ke Konjen Jepang Surabaya. Mending kepagian daripada kesiangan. Yeee, kaan
- Saya tiba satu jam lebih awal. Xixixi. Oh iya, sebelum masuk ke kantornya pastikan penampakan kita rapi, pakai sepatu, dan enggak bawa HP (HP saya titipin Ibu)
- Saya dan bocil mendapat giliran nomor 1
- Setelah mengisi nama, alamat, nomor HP, nomor KTP, jenis keperluan, dan jam kedatangan, saya dan bocil cuzz ke loket untuk input data
- Kita akan mendapat formulir untuk mengambil visa. Saya sendiri mendapat jadwal pengambilan Jumat, 20 Desember. Untuk pengambilan visa, mulainya pukul 13.15
- Biaya untuk mengurus visa @Rp380.000,00 dengan uang pas
- Saat mengambil, yang dikembalikan CoE (nanti akan kita tukar dengan resident card di Jepang) dan tentu saja paspor yang sudah diberi visa
- Form pengajuan visa, bisa didapat di website imigrasi
- Foto 4,5 cm x 4,5 cm yang ditempel di form pengajuan visa
- Fotokopi kartu identitas (EKTP atau KIA untuk anak)
- Surat saktinya alias CoE beserta fotokopinya
- Paspor
- Untuk CoE anak, ada tambahan: Kartu Keluarga (foto kopinya aja, versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) dan fotokopi akta kelahiran (Indonesia - Inggris)
ALHAMDULILLAH. Selanjutny, tinggal berangkat aja dan berdoa. Hehehe. Aamiin.
Sekian zurrhatan to the max dari saya. Moga-moga bermanfaat buat kalian yang akan tinggal di Jepang untuk berbagai macam keperluan. Sampai jumpa di postingan tentang Jepang berikutnya, yaa.