Hari ke-177 di Jepang: Suasana di Tsukuba setelah Kasus Covid-19 Pertama di Ibaraki dan sebelum Deklarasi Darurat Nasional

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - June 25, 2020


Tsukuba, tempat tinggalku, merupakan salah satu kota di Prefektur Ibaraki, Region Kanto, Pulau Honshu. Kalau dari Stasiun Tokyo, perjalanan ke sini sekitar satu sampai dengan satu setengah jam menggunakan bus. Ya, memang cukup dekat. Kalau dari Stasiun Akihabara malah kurang dari sejam menggunakan kereta api Tsukuba Express mode rapid.

Ketika kasus covid-19 pertama terdeteksi di Prefektur Kanagawa pertengahan Januari silam, kondisi sehari-hari di sini masih biasa saja. Dalam artian, suamiku masih kuliah offline, anak sekolah dan pekerja kantoran masih berangkat dan pulang seperti biasa, pun anak-anak kecil seperti Taka masih bisa bermain di taman dengan ceria. 

Ketika bulan berganti dan kasus di Jepang makin bertambah dari hari ke hari, Tsukuba masih aman alias belum "terkontaminasi". Kami masih melakukan kegiatan seperti biasa. Bila pun sedikit berbeda ya paling pakai masker aja. Di bulan yang sama, suamiku bahkan sempat jadi guide teman kantornya yang jalan-jalan ke sini. Pun aku sempat berbagi info mengenai airbnb ke temanku yang berencana extend saat mendapat reward ke Jepang dari perusahaannya. 

Meski demikian, himbauan untuk waspada dengan covid-19 sudah di-sounding sejak awal kemunculannya, misalnya anjuran untuk sering mencuci tangan, bagaimana etika saat batuk & bersin, serta cara menjaga & meningkatkan imun agar terhindar dari penyakit. 

Saat Gubernur Hokkaido menetapkan status darurat di wilayahnya akhir Februari, Tsukuba pun masih aman terkendali. Namun, sekolah-sekolah memang sudah mulai belajar dari rumah secara online sebagai respon dari kebijakan PM Abe yang meminta semua sekolah ditutup mulai dari awal Maret. 

17 Maret 2020, kasus covid-19 pertama di Ibaraki muncul. Bisa dibilang, ini adalah kasus "impor" karena memang yang terserang corona ini baru saja melakukan perjalanan dinas dari luar negeri. Himbauan untuk mereka yang baru saja pulang dari luar negeri pun diberlakukan, terlebih keesokan harinya ada kasus baru lagi. 

Tidak lama setelah itu, kasus di Tsukuba muncul. Kagetlah aku, pasti. Sedih juga. Sebagai akibatnya, semua fasilitas publik ditutup sepanjang hari di Sabtu & Minggu dan di atas jam lima sore di hari-hari biasa. Pemerintah juga menghimbau agar masyarakat tidak pergi ke daerah urban terutama di akhir minggu, tidak panic buying, dan tetap tinggal di dalam rumah saat malam di hari-hari biasa & sepanjang hari saat akhir pekan. 

April yang identik dengan tahun ajaran baru kalau di sini terpaksa harus ditunda pelaksanaannya. Untuk suamiku sendiri, karena dia mengikuti program khusus, kuliah offline tetap dilaksanakan. Toh, sekelas juga cuma beberapa orang. :D Barulah saat pemerintah menetapkan status darurat nasional, suami kuliah secara online. Nanti akan kujelaskan di postingan yang berbeda, ya.

Oh iya, untuk fasilitas publik sendiri sebenarnya beberapa masih ada yang buka, seperti City Hall, perpustakaan kota, pusat informasi, dan yang serupa. Hanya saja, waktunya dibatasi tidak seperti biasanya. 

Perkembangan covid-19 kemudian makin "menjadi" ditandai dengan kasus yang semakin hari semakin banyak, terutama di Prefektur Tokyo. April minggu pertama, PM Abe mendeklarasikan status darurat untuk tujuh prefektur karena di tempat-tempat tersebut memang kasusnya tinggi. Meskipun Ibaraki tidak termasuk prefektur yang dinyatakan darurat, tapi tetap saja kena imbasnya. Apalagi, masyarakat di sini cukup banyak yang bekerja atau beraktivitas setiap hari ke prefektur lain.

Di Tsukuba, masyarakat dihimbau untuk membatasi ke luar rumah kecuali untuk hal yang penting dan menahan keinginan untuk tidak bepergian ke daerah Tokyo dan sekitarnya. Olahraga atau bermain di taman dengan keluarga diperbolehkan selama menjaga jarak dengan yang lain. Fasilitas umum yang sebelumnya dibuka namun waktunya terbatas kini ditutup total hingga awal Mei.

Saat itu aku gimana? Aku dan suami masih tetap pergi entah itu untuk belanja atau olahraga (tapi sendiri-sendiri). Aku sempat mengabadikan beberapa momen. Selanjutnya berupa foto-foto di bawah ini, ya. :)


Tsukuba Expo Center, awalnya akan dibuka awal April.

Tapi kemudian mundur menjadi awal Mei.
"Penampakan" Tsukuba Expo Center dari luar. Sepii.
Suasana Tsukuba Senta menjelang sore.


Aku masih cukup sering olahraga sampai Tsukuba Senta, seperti ini suasananya kala itu.
Menjelang sore, makin sepi.
Suasana di SEIYU saat belanja. Persediaan barang-barang krusial masih ada.
Suasana di sepanjang jalan saat aku jogging. Ada sih yang olahraga, cukup banyak sebenarnya. Tapi ya itu tadi: jaga jarak.


Kalau siang, suasana di jalan masih cukup ramai.
Bus juga, siang hari lebih ramai.
Meski kadang-kadang juga sepi, sih.
Siang hari di Tsukuba Senta. Masih ada orang, meski enggak ramai.

Taman dekat Tsukuba Expo Center. Biasanya ramai.
Salah satu jalur jogging, sepiii.
Suasana di taman Kenkyugakuen. Sepii.
Saat kuterpaksa ke City Hall untuk mengurus pajak, suasananya sepii jugaa.
Bisa dilihat, meski sama-sama sepi, tapi kalau siang relatif ramai.
Hanya ada satu dua kendaraan.
Sebelum deklarasi darurat nasional, Ali's Kebab di Tsukuba Senta masih buka.
Jalur jogging yang lain, sepiii. :D
Saat sakura muncul, barulah sedikit ramai. Beberapa orang bahkan piknik.


Ada orang, tapi jaga jarak.

Kata teman, tahun lalu ramai bangett.
Taka bisa jalan dengan leluasa.
Transportasi umum masih beroperasi seperti biasa.


Itulah kondisi Tsukuba saat kasus covid-19 pertama kali muncul di sini. Selanjutnya, kondisi saat status darurat nasional. Semua dari "kacamata"ku, dalam artian subjektif, dari yang aku alami/rasakan/serta amati. Bisa jadi, yang lain punya pengalaman dan "rasa" yang berbeda. Tunggu postingan selanjutnya, ya. :)


  • Share:

You Might Also Like

20 comments

  1. waaa keren masya Alloh mb Miyoshiii 💗 produktif sekali 😭 nular2 Ya Alloh Aamiiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Allah mbaa no mah Krn ku akan sgra cabut th depan jd mesti rajin nulis mumpung d mari scara rasany beda nulis ttg Jepun tp wes d Indonesia wkk
      Klo mb vid mAh masih luamooo d mari
      Nyantaii heheh

      Delete
  2. Tsukuba kelihatan adem yaa. Banyak pohon besarnya. Terus pada patuh ya masyarakatnya dengan protokol kesehatan, Mbak? Di Indonesia, khususnya di kota saya banyak yang nggak patuh.

    ReplyDelete
  3. wah mbaknya di perfektur Tsukuba ya? aku ada teman di Okinawa, orang Indonesia juga, katanya mulai rame juga disana, semoga pandemi ini segera berlalu jadi secepatnya bisa beraktifitas seperti biasa ya mbak :)

    ReplyDelete
  4. Wah, apik fotonya Mba, dan komplit, serasa berada di Jepang aku pas baca postingan ini. Moga lekas berakhir pandemi ini ya Mba, jadi bisa jalan-jalan lagi menikmati ini :)

    ReplyDelete
  5. Tertib banget ya Mba, masyrakat di Jepang.
    Duh, aku jadi pengin kebab nih, setelah lihat poto di artikel ini qiqiqiq

    ReplyDelete
  6. jepang salah satu negara yang paling aku kagumi mengenai kepatuhan dan ketertiban masyarakatnyaaa, keren banget, wajib dicontoh kedisiplinan mereka yaaa

    ReplyDelete
  7. Aih suasananya menyenangkan sekali, barusan dari blognya Zahra tentang Jepang juga jd pengen segera bisa ke sana ih... Si sulung ada cita2 ingin S2 di Jepang nih semoga saja terealisasi dan saya bisa nengok ke sana hahaha...Aamiin...

    ReplyDelete
  8. Cantik banget bunga sakura nya. Jalanan jadi kosong tapi untung stok bahan pangan tersedia dan ada. Sehingga aman deh menghadapi covid-19

    ReplyDelete
  9. Semoga sehat selalu sekelg di sana ya mba.. BTW, ku suka deh foto2 saat sakura mekar itu..cantiik..

    ReplyDelete
  10. Tsukuba walau sepi saat pandemi covid 19 tapi tampak adem, ramah untuk beraktivitas, dan semua paham harus melakukan protokol kesehatan di tempat umum. Semoga pandemi ini segera berakhir.

    ReplyDelete
  11. covid19 mengubah segalanya dibanyak negara ya mba, saat ini di Indonesia angkanya masih naik padahal udah mau 5 bulan, malah korban semakin dekat dan nyata dari orang atau tetangga terdekat.

    ReplyDelete
  12. Suasananya sepi juga ya, hampir sama saat di dalam negeri diberlakukan PSBB.
    Tapi sekarang udah mulai bebas, orang pada keluar semua, akhirnya yang postiif jadi tambah banyak, hiks

    ReplyDelete
  13. Warga Tsukuba seperti warga Jepang umumnya ya mba, patuh dengan protokol kesehatan dari pemerintahnya. Aku menanti tulisan berikutnya, penasaran dengan situasi terkini di Tsukuba

    ReplyDelete
  14. Suamiku seorang caregiver jadi ga ada kerja offline mba. Ga ada hanamian ya tahun ini, olimpiade juga dibatalin hiks. padahal pgn banget tahu gimana serunya ada olimpiade pas daku msh di jepang, soalnya apato deket banget sama nissan stadium.

    btw, akhir tahun lalu aku ke tsukuba mosque lho mba, pesantren akhir tahun di sana hehe

    ReplyDelete
  15. Sekarang Jepang sudah zero case kan yaa, kak?
    Semoga sehat-sehat selalu ya, kak... Senang ajak anak jalan-jalan.
    Jalanannya romantis abiisss....

    ReplyDelete
  16. Masya Allah tinggal di lingkungan seperti ini sehat jiwa raga ya Mbak. Itu trotoar, jalan, taman dan danaunya bersih banget selalu bikin betah.

    ReplyDelete
  17. Mbak Zahra tadi juga di Jepang, ya. Pernah ketemu kah pas di sana, sebagai sesama ornag Indonesia? Rasanya pasti seru, ya, ketemu di negara orang.

    Ternyata memang hampir sama, ya, di Indonesia kan ya seperti itu, maiih tetap ada aktivitas pas awal-awal tapi tetap jaga jarak. Sekarang sudah beda masanya, ngumpul lagi, berkerumun lagi, malah sudah pada piknik ya.

    Semoga memang segera berlalu.

    ReplyDelete
  18. Lihat ini aku lho bangga banget mba, keren ya pada patuh masyarakatnya luar biasa. Sepi.
    Kalau di sini di desaku astaga, rupek mba. Tsukuba keren pemerintahnya bisa manut.

    ReplyDelete
  19. Saya kok jadi salfok ya dengan pemandangan di foto-fotonya. Maa syaa Allaah indah banget. Oia salut deh dengan orang-orang di Jepang yang patuh sama pemerintahnya, sampai-sampai jalanan sepi gitu. Kalau di sini duh jangan ditanya...

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)