Sesungguhnya, (Pernah) Baper Membuatmu Kuat

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - December 23, 2019


"Baper" dan "kuat" seolah antitesis. Jika yang pertama konotasiny negatif, yang kedua sebaliknya. Padahal, sejatiny tidak. Setiap orang yang saat ini dikenal sebagai sosok yang KUAT pasti pernah mengalami fase di mana ia merasa jadi orang paling menderita sedunia. Justru karena pernah sangat lemah, ia jadi tahu caranya menjadi kuat dari dalam, kuat yang sebenar-benarnya kuat yang notabene bukan pura-pura.

Ngomong-ngomong soal baper, kita kaum wanita lebih-lebih yang sudah jadi ibu, rasanya nglonthok banget dengan hal itu. Jika saat single bapernya seputaran diri sendiri saja, saat jadi ibu obyekny nambah.

Misal:

Ketika masih sendiri, kita bisa baper karena komentar orang lain seperti:

"Kok kamu belum nikah juga, sih?"
"Jadi kapan aku diundang?"
"Belajar mulu sih jadinya gak nikah-nikah!"

Sedangkan ketika sudah menjadi Ibu, bapernya beda lagi semisal:

"Anakny belum jalan juga, ya?"
"Ati-ati kalau gak hamil-hamil gitu suami bisa poligami,"
"Kok badanmu melar banget setelah punya anak. Bengkak banget padahal baru juga satu,"
"Kalau aku dulu..."

Jika di atas adalah contoh baper yang bersumber dari luar. Maka, ada juga baper yang bersumber dari dalam. Bisa jadi karena diri terlalu perfeksionis sehingga salah sedikit saja seolah sudah merasa menjadi orang paling gagal sedunia.

Ngaku, deh. Kita semua pernah BAPER atau kalau dalam KBBI diartikan sebagai sensitif berlebihan. Termasuk, kita yang kadang suka berkomentar, "Gitu aja baper!" Kita pun juga baper kan sebenarnya. Hanya saja berusaha menutupi. Hanya kita dan Allah yang tahu. Hehehe.

Baper itu sebenarnya enggak salah. Buat saya, baper justru indikasi kalau kita masih manusia, bukan robot. Yang jadi masalah adalah kalau baper bisa mengganggu produktivitas atau merusak segala hal yang sudah tertata.

Jika disikapi dengan baik, pernah merasakan baper justru bisa membuat diri jadi lebih baik.

Misalnya:

Pernah tersinggung dibilang gendut membuat kita semangat olahraga dan menjalani pola hidup sehat.

Pernah sakit hati dibilang jelek membuat kita semangat belajar agar menjadi manusia yang bermanfaat.

Pernah gondok dibilang manja membuat kita enggak sembarangan mengeluh.

Dan, masih banyak lagi.

Meski tentu saja perubahan positif tersebut tidak semata-mata karena kita ingin menunjukkan ke mereka yang sudah membuat kita baper, tapi memang karena kita tahu hal yang kita lakukan itu baik buat diri sendiri. Cumaa, kadang kala kita kurang tergerak ketika kondisi dalam keadaan aman. Kita kadang jadi jalan di tempat karena enggak ada yang bikin sakit hati, kecewa, marah, atau emosi. Kita merasa aman dengan semuanya. Kita jadi enggak ke mana-mana alias malas meng-upgrade diri. Padahal, meningkatkan kualitas diri adalah hal yang sangat penting, kan?

Baper juga bisa untuk mengoreksi diri. Misal, kita marah karena banyak yang bilang sensitif. Jangan melulu menyalahkan orang karena siapa tahu kita memang rapuh. Setelah mengakui dan mengevaluasi serta jujur pada diri sendiri, biasanya kita akan menjadi lebih kuat lagi. Kita tahu dan mau belajar bagaimana carany jadi kuat ketika mau mengakui bahwa pada kita pernah lemah. Bukankah ini bagus?

Jadi, berterimakasihlah pada mereka yang pernah bikin kita baper. Caranya? Dengan menjadi manusia yang lebih baik lagi atau dalam konteks ini dengan berusaha menjadi ibu yang lebih berkualitas lagi. Aamiin.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)