Bersahabat dengan Kesendirian

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - December 05, 2022



Judul Buku: Loneliness is My Best Friend
Penulis: Alvi Syahrin
Penerbit: Alvi Ardhi Publishing
Tahun Terbit: 2022
Halaman: 306
Penulis Resensi: Miyosi Margi Utami

“Kalau teman selalu datang dan pergi, lantas apa gunanya pertemanan? Mungkin, poin utama pertemanan bukanlah tentang mencari siapa yang menjadi sahabat sampai nanti. Mungkin, poin utama pertemanan adalah sesederhana meninggalkan bekas kebaikan di dalam hidup seseorang. Sehingga ketika hidup seseorang terasa berat, lalu ia mengilas balik, ia selalu ingat ia pernah dipedulikan oleh orang sepertimu meski sekarang sudah tidak akrab lagi. They were once loved. You were once loved.” - halaman 115

Kesendirian tak harus identik dengan kesepian yang mengundang kasihan. Melalui buku ini, Alvi Syahrin memberikan sudut pandang yang berbeda. Sejatinya, semua manusia “bersahabat” atau sudah biasa dengan istilah tersebut. Bukankah kita lahir sendiri mati pun sendiri? Namun pada kenyataannya, kesendirian seolah menjadi kutukan, sesuatu yang ditakuti.

Setidaknya, di tanah air memang demikian, bukan? Masyarakat kerap melihat orang yang ke mana-mana sendiri dengan pandangan kasihan. Padahal, boleh jadi yang menjalaninya baik-baik saja. Kesendirian juga kadang dicap negatif: tak bisa bergaul, misalnya. Sehingga, orang-orang seolah ter-framing untuk melakukan hal ini: ingin selalu terlihat berkelompok meskipun fake (baik di depan, ngomongin di belakang) karena hal tersebut masih lebih menyenangkan (meskipun sebenarnya tidak nyaman karena rentan penuh drama) ketimbang selalu terlihat sendiri (karena dianggap tidak normal). Sesuatu yang sangat kontras dengan Negeri Sakura. At least, berdasarkan pengalaman pribadi selama tinggal di sana.

Jika ada yang menyangka kalau buku setebal 306 halaman yang terdiri dari 45 bab ini berisi tentang keluhan, maka ia salah besar. Di bab-bab awal hingga pertengahan, penulis menjelaskan bahwa sejatinya semua orang pernah merasa SENDIRIAN seterbuka apa pun karakternya dan sebanyak apa pun temannya. Tak jarang, apa yang diterima tak sesuai dengan yang diberikan. Sering, kita merasa menyayangi sendirian, terlebih ketika orang yang kita sayang (entah keluarga, pasangan, teman, ataupun sahabat) tidak memberikan feed back yang sama. Kita juga kerap merasa “dikhianati” kala mereka membuat grup sendiri di belakang tanpa ada kita. Ragam “penolakan” secara tidak langsung yang sering terjadi tersebut tak jarang membuat kita merasa tak berarti. “Mereka kok mudah banget ya menjalin hubungan, sementara aku kok serasa sebatang kara di dunia, padahal aku sudah melakukan yang terbaik, mereka kok gak bisa sehangat itu ke aku, apa aku ini dianggap ada” seperti itulah luka yang terpendam akibat pengabaian jika divisualisasikan.

Menuju bab terakhir, penulis mengajak pembaca untuk menerima kenyataan dengan menganggap kesendirian bukan sebagai lawan melainkan teman.

Aku bukan korban kesepian. Aku adalah pahlawan yang akan menakhlukkan kesepian. (Halaman 248)

Ada banyak cara yang bisa dilakukan manusia untuk menghalau rasa sepi sebagaimana ditulis oleh Alvi dalam bukunya. Memperbaiki mindset bahwa kesendirian adalah hal yang wajar dan melakukan hal-hal nyata yang bermanfaat (jangan hanya scrolling media sosial yang hanya membuat overthinking) adalah dua di antaranya.

Buku yang merupakan seri kedua self healing ini bukanlah buku untuk mereka yang sedang galau saja, melainkan siapa pun yang ingin memaknai hidup secara lebih mendalam. Bahwa kelak, cepat atau lambat, semua akan sadar bahwa orang yang akan selalu menjadi sahabat sejati hanyalah diri sendiri. Jadi, jangan terlalu bergantung perasaan pada orang lain jika tidak mau dikecewakan. Dalam konteks lebih agamis, yang kelak menjadi teman sejati manusia adalah amal ibadahnya. That’s why, ketika manusia berbuat baik sesungguhnya ia berbuat baik untuk dirinya sendiri, pun sebaliknya. Jangan pernah merasa rugi jika tak pernah kebaikanmu tak pernah berbalas. Positive thinking saja. Mungkin, karena saking berharganya apa yang kamu lakukan, sehingga yang akan membalas bukanlah manusia, melainkan langsung Sang Pencipta.

  • Share:

You Might Also Like

13 comments

  1. Kalau jadi best friend maka jadi ga sendiri lagi ya. Buku yang menarik

    ReplyDelete
  2. kutipannya betul dan setuju banget, belakangan ini saya sering atau lebih memilih untuk sendirian. dan saya pastikan kalau itu bukan karena korban kesendirian, tapi memang pilihan yang saya ingin dan membuat saya bahagia. sepi itu tertaklukan karena dengan memilih waktu untuk lebih banyak sendiri ternyata lebih membuat hati kita lebih tenang dan nyaman. penasaran sama bukunya jadi ingin baca

    ReplyDelete
  3. Loneliness tak selalu bermakna sepi sendiri merana tetapi dari berbagai perspektif lain kita bisa melihatnya menjadi sebuah kekuatan byang berasal dari diri sendiri.

    ReplyDelete

  4. Semakin dewasa kita, filter pertemanan semakin ketat.. teman, tetangga ramai disekitar, tapi yang benar-benar 'teman' bisa dihitung dengan satu tangan saja. Itu kalau saya 😁
    Membaca resensi buku ini, jadi membuka wawasan bagainana memaksai kesendirian dengan indah

    ReplyDelete
  5. Memang kalau semakin ke sini semakin menyadari kalau bergantung terhadap seseorang bisa jadi mengecewakan, tetapi pada akhirnya diri sendirilah sebagai sahabat sejati alias amal

    ReplyDelete
  6. gak usah meratapi kesendirian, malah jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik, kesendirian akan membuat kita lebih mengerti akan hidup sih ya, gak ada lagi kata galau dan overthinking berlebih.

    ReplyDelete
  7. Kayaknya, buku ini cocok buatku. Saya suka dengan kesendirian. Meski demikian, saya tidak merasa kesepian. Saya malah menikmatinya.

    ReplyDelete
  8. Ah ternyata pesan buku ini deep banget. Reminder banget nih bahwa memang kita harus menyayangi diri sendiri, baru orang lain. Karena sahabat sejati ya emang diri kita sendiri, orang lain hanyalah orang lain

    ReplyDelete
  9. Pernah liat buku ini di gramed tapi belum beli apalagi baca, dan kelihatannya bahasannya deep & realate sekiali dengan kehidupan sehari2

    ReplyDelete
  10. yang kutanggap tentang kesendirian dalam buku ini adalah mindset. Tergantung kita memikirkannya. Menarik sekali resensinya jadi penasran tentang buku ini

    ReplyDelete
  11. Kok buku ini related banget dengan kehidupan saya ya. Entah kenapa saya berusaha untuk lebih banyak menyendiri. Semakin berada di keramaian saya merasa makin sunyi

    ReplyDelete
  12. Bahkan saat bayangan kita hilang pun, hanya diri sendiri yang tak pernah meninggalkan kita.
    Yess mbak, kesendirian bukan sebuah aib yang perlu dipergunjingkan, ada sudut pandang berbeda dari sebuah kesendirian.
    Duhh jadi pigin baca buku Kak Alvi tentang bersahabat dengan kesendirian ini.

    ReplyDelete
  13. Sendiri memang sering disalah artikan orang. Setuju dengan buku ini, makna kesendirian itu tergantung mindset. Terkadang saat sendiri kita merasa lebih tenang dan nyaman.

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)