Keluarga adalah Rumah

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - November 30, 2022

Manusia kadang menjadi makhluk yang paling tidak tahu diri. Betapa tidak. Harusnya bersyukur diberi kesempatan, tapi seringnya malah minta nambah. Ketika "bonus" tsb tak terealisasi,  jiwanya langsung rapuh. Kalau ujung-ujungnya malah "tantrum" dan "rewel", harusnya sejak awal tak mendapatkan kemudahan, kan?

Ini tak sedang ngomongin atau ghibah-in orang lain. Siapa kita berhak ngejembrengin dosa. Tak lain tak bukan, statement di atas adalah untuk "menampar" diri sendiri. Bila pun banyak yang tersindir, alhamdulillah deh ada temannya. 😛 Mari kita sama-sama legowo mengakuinya. 🤣

Ceritanya, sore ini, aku melakukan perjalanan darat Malang - Jakarta. Aku dan Taka sedang di kereta saat postingan ini dibuat.

Seolah sudah SOP, setiap kali bisa pulang kampung, aku hampir hampir selalu meloww saat harus kembali merantau. Pikiranku ke mana-mana: mulai dari ibuku yang semakin tua, keluarga cemara yang menerimaku apa adanya tanpa syarat ina inu, hingga lingkungan sekitar tempat tumbuh & berkembang yang mengingatkanku akan banyak hal.

Padahal, kalau dilihat dari sisi lainnya, harusnya aku bersyukur. Tahun ini, aku bisa poelkam 4 kali (dari normalnya setahun sekali). Kalau dilihat dari rekam jejak, harusnya aku juga sudah cukup terlatih. Meski bukan sejak kecil seperti anakku, tapi berkelana sejak 2009 menurutku udah lumayan banget. 😛🤣 Ehh, lahh, tapi kok ya tetap sajaa perasaan campur aduk yang tak bisa kudeskripsikan itu melanda.

Apakah di tanah rantau, aku enggak betah? Enggak juga. Bahkan kalau ditarik benang merah, alhamdulillah sampai detik ini, Allah selalu mempertemukanku dengan orang-orang baik. Nikmat Allah mana yang kamu dustakan? (Aku yakin ini semua karena doa ibuku & mama mertua). It means, sejauh ini, aku selalu menikmati di mana pun itu.

Lantas, apa masalahnya?

Ternyataa, jaauhhh di lubuk hati terdalamm, aku menginginkan untuk selalu dekat secara fisik enggak cuma dengan anak dan suami, tetapi juga orang tua dan saudara. Hanya saja, aku kerap gengsi mengakui. Jauh di lubuk hati atau alam bawah sadar, aku juga punya keyakinan tak tergoyahkan bahwa yang kusebut di atas adalah orang-orang yang menerimaku apa adanya, bahkan saat aku berada di titik terendah. Tentu saja hal ini tak bermaksud mencurigai orang-orang yang aku temui di kampung atau negeri orang. Enggak sama sekali. Sebagaimana yang aku jelaskan di atas, Allah tuh Maha Baik karena selalu mempertemukan aku dengan orang-orang keren di mana pun itu.

Menurutku, dua hal yang aku sebut di atas tsb memiliki konteks yang berbeda. Boleh jadi karena aku introver sehingga tak mudah all-out dengan orang lain alias selalu memiliki batas. Oh kamu hanya boleh sampai ruang tamu, bukan kamar pribadi. Seperti itulah perumpamaannya kira-kira. Dan aku hanya bisa all-out tanpa batas kepada orang-orang yang aku sebut di atas. Boleh jadi juga, ada peristiwa traumatis di masa lalu yang tak bisa kujelaskan secara gamblang yang membuatku jadi menetapkan "batas wilayah".

Then, ketika kemudian aku jauh dari mereka, pikiranku mengingatkan secara otomatis, "Gak bisa lagi kamu ekspresif. Ingat, ya!"

Bersama mereka, tak ada kata waspada. Dengan mereka, tak ada istilah membangun "tembok" karena khawatir dikhianati. 

Tapi, begitulah dunia. Isinya memang keterbatasan, termasuk keterbatasan waktu. Sebagaimana kata-kata klise yang kerap diucapkan orang-orang, "Ada pertemuan, ada perpisahan,"

Semangat!! Aku siap berjuang kembali di perantauan.

Jangan bersedih, Allah selalu bersamamu.

(Dalam perjalanan ke Jakarta menyusul suami yang sedang pendidikan untuk kemudian kembali ke Manado hari berikutnya).






  • Share:

You Might Also Like

16 comments

  1. semangat yaa mba.. ah jadi ikut mellow, saya jadi teringat masa2 studi bareng dengan suami juga. sepakat banget kalau keluarga itu bagai rumah kita yang selalu membuka tangan kapanpun kita butuhkan

    ReplyDelete
  2. semangat mbaaa, setuju kalau keluarga tuh support sistem nomor satu, jadi mau kayak gimana juga pasti kita bakal kembali ke keluarga ya mba

    ReplyDelete
  3. Kalau ikatan keluarga kuat, memang rasanya ingin berada dekat keluarga ya, Mbak - terutama orang tua. Btw, sudah merantau ke mana2, kapan nih merantau ke Makassar? :)

    ReplyDelete
  4. Keluarga adalah rumah yang memberikan rasa nyaman dan aman ya mba.
    Kenangannya memberi kehangatan saat berada di perantauan. Semangat.

    ReplyDelete
  5. Manusiawi bgt ini mbaaaa
    Kyknya siapapun juga bakal happier klo dekat dgn kluarga besar, apalagi klo tipikal support system yg ciamik bgt ya kan.

    Semangaatttt

    ReplyDelete
  6. Berada dekat keluarga besar itu rasanya nyaman ya mbak. Memang hakikat pulang itu akan sangat terasa ketika kita berada di perantauan. Kita senasib mbak...bahkan aku terpaksa menjalani hubungan jarak jauh dengan suami demi anak...bahkan hidup di perantauan bukan rumah sendiri....

    ReplyDelete
  7. Semangat ya, mbak Miyosi. Kamu pasti bisa. Memang paling nyaman dekat sama keluarga, saat susah jadi tak terlalu terasa karena ada keluarga.

    ReplyDelete
  8. Kalau aku ga kebayang jauh dengan pasangan, itu mungkin karena belum pernah ya Mba... Kalau dipaksa keadaan semua bisa beradaptasi pada akhirnya...hehe.

    ReplyDelete
  9. Karena keluarga adalah sesuatu yang gak bisa sama dengan yang lain. Bisa menerima segala keadaan, bahkan dari nol.

    ReplyDelete
  10. Waaahh happy 4 kali pulang kampung. Aku sejak pandemi belum pernah mudik samsek hehe :p
    Sebagai perantau aku paham mbak betapa pengen juga dekat ma ortu tapi tetep pengen bisa ma keluarga sendiri.
    Yaaa mungkin jalan satu2nya sering2 pulang kali yaa :D

    ReplyDelete
  11. Yeay, semangat yaa kak!
    Saya membayangkan serunya road trip Malang-Jakarta gitu.. pengen soalnya.. selama ini roadtripnya seputar Pulau Lombok doang. Semoga suatu saat bisa deh, road trip Lombok-Jakarta.

    ReplyDelete
  12. kalau mudik itu emang beratnya saat ingin balik ke rumah, balik ke tempat kita tinggal saat ini.
    rasanya berat banget ya tinggalin orang-orang tersayang juga di kampung halaman.
    semoga semua sehat-sehat.

    ReplyDelete
  13. Saya pernah merasakan merantau ke Manado Mbak. Kalau sekarang sedang LDRan dengan suami. Jauh dari keluarga atau jauh dari suami memang berat rasanya. Apalagi nggak jarang ada komen macam2. Tapi ya bismillah banyak hal yang bisa disyukuri. Mudah2an selalu sehat.

    ReplyDelete
  14. Sayang gak pernah LDR sama suami, sudah 2 tahun ini hidup terpisah sama orang tua rasanya tuh nanonano

    ReplyDelete
  15. Sama Mbak pengen juga bisa dekat secara fisik dengan ortu dan saudara2 tapi nasib setelah menikah tinggalnya di perantauan jauh dari keluarga. Udah lima tahun juga belum pernah pulkam lagi, huhu.. duh maaf Mbak baca postinvannya di atas jadi ikutan curcol. Dan yah setuju banget dengan judulnya, keluarga adalah rumah, itu memiliki makna yang sangat dalam.

    ReplyDelete
  16. Lha sama mba. Aq juga pinginny tinggal di Jogja aja. Kota tmpatku lahir dan besar. Tapi takdir membawaku tnggal di Depok ikut suami yg bekerja di Jakarta. Dan skrg malah aq kerja di Bogor

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)