Jangan Biarkan Seorang Ibu Merasa Dirinya Gagal, Sebuah Catatan Calon RANGKUL (Relawan Keluarga Kita)

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - August 05, 2021

 
Bekal untuk calon RANGKUL
Tidak bisa dimungkiri, jika kadang kita merasa menjadi ibu yang GAGAL dengan alasannya masing-masing. Ada yang merasa tidak bisa menjadi ibu yang baik karena pertumbuhan anaknya tidak sama seperti yang lain, prestasi anaknya di sekolah tidak cemerlang, luka batin yang belum sembuh sehingga memengaruhi pengasuhan, merasa tidak bisa memberikan yang terbaik karena kondisi ekonomi sedang ada dalam fase diuji, hingga alasan-alasan "receh" seperti anak tidak doyan makan atau semacamnya. Apa pun bisa menjadi penyebab ibu untuk insecure dan merasa menjadi ibu paling tidak berharga di dunia. Terdengar lebay, tapi tidak. Faktanya memang begitu. Bila pun seorang ibu tidak mengekspresikannya dalam kata-kata, tapi hati kecil tak pernah bohong. Kadang kala, seorang ibu melampiaskannya dengan memarahi anak, suami, bahkan diri sendiri.

Menjadi ibu tidak pernah mudah. Tidak ada sekolah formalnya. Padahal jika diibaratkan beban SKS, jumlahnya mungkin tidak hanya 3 atau 6, melainkan tak terhingga.

Di sisi lain, meski pengasuhan bukan semata-mata tugas seorang ibu, melainkan ayah dan ibu, namun tak bisa dimungkiri jika secara kuantitas, anak cenderung lebih sering bersama ibu daripada ayah. Tidak usah jauh-jauh, sebelum lahir saja, setidaknya, si anak sudah bersama ibu selama 9 bulan. Napasnya ibu adalah napasnya anak. Begitu jika diibaratkan. Maka tak bisa dimungkiri, jika yang rentan merasa dirinya sebagai orang tua yang gagal itu lebih sering adalah IBU.

Hal tersebut diperparah dengan kondisi sosial masyarakat yang cenderung suka menjustifikasi. Padahal, jika semua juga pernah merasakan hal yang sama, kenapa justru begitu semangat menjatuhkan mental sesamanya, kenapa tidak saling mendukung saja.

Harusnya, setelah menjadi seorang ibu, seorang wanita bisa menjadi lebih berempati. Toh, dia sudah merasakannya sendiri bahwa tugas ini misi ini sangatlah berat. Tapi nyatanya tidak. Selalu ada juga, bahkan mungkin tidak sedikit, yang malah mem-bully ibu lain yang ujung-ujungnya hanya ingin menunjukkan dirinya lebih hebat. Buat apa?

Misalnya:

- Jadi lahiran caesar? Ya maaf maaf ya, kalau aku sih gak manja jadi lahirannya normal
- Kok anaknya jauh-jauh semua y, Bu? Hati-hati lhoh, nanti lupa xixixi
- Alhamdulillah, anak saya hafalannya 1 juz di usianya yang baru tiga tahun, ya sebagai ibu kita harus membiasakannya mendengarkan ayat suci sejak lahir. Jangan ngimpi punya anak salih/salihah kalau ibunya sendiri masih suka drakor. Apaan, tuh. Xixixi.
- Dll.

Barangkali, maksudnya memang tak sepenuhnya salah. Tapi tetap saja, tujuan yang baik jika penyampaiannya kurang manusiawi, yang ada hanyalah menyakiti hati.

Latar belakang seperti di ataslah yang membuat saya kemudian tertarik untuk menjadi Relawan Keluarga Kita (Rangkul). Maka, ketika di 2021 ini ada perekrutan, saya tidak ragu untuk bergabung. Sebenarnya, saya sudah mengetahui ada komunitas support system seperti ini sejak 2020, ketika masih tinggal di Jepang. Mbak Ery Ryani, seorang teman yang saya kenal ketika kami bergabung di Kelas Inspirasi Balikpapan serta Balikpapan Menyala beberapa tahun silam, adalah yang lebih dulu menjadi RANGKUL. Beliau menginformasikannya kepada saya. Namun, saya baru benar-benar bisa bergabung setelah berada di tanah air, tepatnya saat posisi saya sekarang di Manado.

Mungkin, tidak sedikit yang akan bertanya, RANGKUL itu apa? 

Saya kutip dari Instagram @keluargakitaid, RANGKUL adalah penggerak pendidikan keluarga yang menyebarkan praktik baik pengasuhan dan mengajak orang tua terus belajar lewat sesi berbagi cerita. Organisasi ini sudah berdiri sejak 2015 atau enam tahun silam. Masih menurut sumber IG @keluargakitaid, RANGKUL ini awalnya hanya seputaran JABODETABEK. Namun, semakin lama semakin berkembang hingga kemudian merambah ke pulau-pulau lain. Hingga saat ini, ada sekitar 2.000 RANGKUL yang tersebar di 114 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kalau untuk di Manado sendiri, dari yang saya tanyakan saat sesi pelatihan, sebelumnya memang masih belum ada. Jadi bisa dibilang, untuk Manado, 2021 ini perdana.

Yang membuat saya tertarik adalah karena kita dibekali dengan ilmu yang dikemas dengan sangat menarik pada sesi pelatihan. Jadi, kita tidak hanya direkrut untuk menjadi sukarelawan, melainkan juga dibekali dengan hal-hal yang bermanfaat bagi pengasuhan tidak hanya pengasuhan keluarga sendiri melainkan juga orang lain. Ilmu yang positif tidak untuk disimpan sendiri, bukan. Harapannya, dengan menjadi RANGKUL, kita bisa berbagi semangat positif kepada orang-orang sekitar melalui sesi-sesi yang nanti akan diadakan dimana kita menjadi fasilitatornya.

Pengasuhan bukanlah hal yang mudah. Dengan adanya RANGKUL diharapkan akan semakin banyak keluarga, terutama IBU yang merasa didukung, merasa dirangkul, dan bukan sebaliknya... merasa dijustifikasi. Dengan adanya RANGKUL diharapkan akan semakin banyak keluarga yang bertumbuh dengan CINTA, akan semakin banyak anak yang bahagia. Dan seperti judul serta paparan di awal, bahwa dengan adanya RANGKUL, tidak ada lagi ibu yang merasa dirinya gagal karena mereka sangat sangat sadar bahwa setiap keluarga punya masalahnya masing-masing. Tidak ada yang sempurna. Mengapa tidak saling mendukung saja? Mengapa tidak saling me-RANGKUL? Sekarang, bukan lagi eranya berkompetisi dengan ego dan ambisi pribadi, melainkan BERKOLABORASI demi kehidupan yang lebih baik lagi.

Mari saling me-RANGKUL!

Semua IBU hebat!

Semua ANAK luar biasa!

Semua keluarga punya keunggulan di bidangnya masing-masing!

Salam semangat untuk kita semua.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)