Hari ke-400 di Jepang: Malam di Sapporo

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - February 03, 2021

Baru pukul 17.00 JST, tapi langit Sapporo begitu pekat seolah pukul 21.00 atau bahkan lebih. Aku mengenakan sarung tangan, tidak kuat dengan dinginnya yang minus dua digit, sembari menyusuri jalan sendirian. Tak banyak orang yang berlalu lalang karena mereka lebih memilih jalan bawah tanah membuatku sedikit bebas merekam suasana kota sambil sesekali ngomong sendiri, mengabadikan dalam kenangan bahwa aku pernah berada di pulau paling utara Jepang untuk beberapa malam.

Salju lembut yang sepagian turun seolah tak habis-habis membuat pikiranku melayang. Sudah hari ke-400 rupanya aku di Negeri Sakura. Sisa waktu hanya tinggal satu bulan lebih sedikit saja. Ada rasa sedih pastinya atau lebih tepatnya khawatir. Tapi di sisi lain, aku tahu harus merelakan itu karena apa pun yang ada di dunia ini sifatnya hanya sementara, bukan. 

Salah satu hal yang membuatku sedih adalah... karena di tanah air nanti pastinya aku tak bisa keluyuran ke mana-mana sendirian seperti di sini alih-alih untuk metime. Jujur saja, selama di sini, aku sering melakukan hal tsb (dengan restu 100% dari suami). 🤭 Selama menjalaninya, Alhamdulillah semua baik-baik saja. Terlepas semua penjagaan pastinya dari Allah, namun tak bisa aku mungkiri juga bahwa di sini memang relatif aman. 

Memang di tanah air enggak aman? Sebenarnya, aku sih enggak mau membandingkan karena jelas kondisinya berbeda. Terlebih, biar gimana aku tetap cinta tanah air. Lahir, tumbuh, sekolah, dapat jodoh serta rezeki semuanya di sana. Jadi, bagaimana mungkin aku menduakan. Jadi kalau ditanya seperti itu, aku tidak bisa menjawabnya karena setiap orang punya pengalaman yang berbeda.

Di tanah air pun sebelum punya anak, sebenarnya aku juga terbiasa pergi sendiri (atas izin suami juga). Beberapa kali pulang sendiri dari bandara Sukarno Hatta ke Deltamas menjelang tengah malam (suamiku saat itu sedang pendidikan untuk tempat kerjanya yang sekarang). Beberapa kali juga janjian dengan suamiku di suatu tempat, misal janjian di Bali (aku dari Surabaya dia dari Balikpapan). Masih banyak lagi sih sebenarnya. Terakhir yang rada jauhan, nyusul suami sama bocah dari tanah air ke sini. Intinya, aku bukan istri manja yang apa-apa suami gitu. Semisal kondisi mengharuskanku sendiri ya ayo, tapi kalau bisa formasi lengkap tentu lebih baik. Eh, ini pembahasannya ke mana, sih. Lol.

Poinnya adalah ada beberapa hal yang di sini kusudah sangat terbiasa dan di tanah air tidak bisa kulakukan atau bila pun bisa syarat dan ketentuannya sangat sangat berlaku dan harus benar-benar diperhatikan dengan saksama. 

Ah, tapi kukemudian sadar bahwa dunia ini memang hanya sekadar perlintasan semata. Kalau mau menetap, tempatnya bukan di sini. Bersyukur masih diberi kesempatan untuk merasakan beberapa tempat dengan keunikannya masing-masing. Seharusnya, semua bisa dijadikan pelajaran berharga buat diri sendiri. 

Betapa, manusia memang harus sering-sering bermuhasabah, ya. 

Aku nikmati malam ini dengan di Sapporo sendiri sebelum kembali ke penginapan menjumpai anak dan suami.

Insyaallah, kelak akan belajar ke sini lagi.

Semoga yang positif-positif bisa diadopsi untuk tanah air yang lebih baik. Aamiin. Optimis.

Dear, tanah kelahiran

Tunggu kami beberapa saat lagi, yaa

Kangen rujak cingur 🤭

Sapporo, 3 Februari 2021






  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)