Jangan Sedih Tak Berkesudahan

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - January 02, 2022

Dilihat dari karakter bapakku plus nasihat-nasihat selama ini, beliau pastinya gak akan suka kalau aku berlarut-larut dalam kesedihan. Padahal, hidup ini terus berjalan. Apalagi, bapakku semasa hidup adalah tipe laki-laki yang no nggedabrus nggedabrus club tanpa bukti alias gak cuma nggedabrus/ngomong doang tapi gada aksinya. Bapak hampir gak pernah memuji karena dalam buku harian beliau yang aku share kemarin (isinya pesan-pesan tentang kehidupan), bapak pernah menulis yang intinya yang berhak dipuji cuma Allah. Kalau manusia, cukuplah dihormati dan disayangi. Ya, beliau jarang memuji anak-anaknya, tapi menunjukkan cintany dengan perbuatan nyata. Ini yang membuatku menangis kalau ingat. Bukannya gak ikhlas, bukaaann. Cuma inget aja gitu tanpa bisa dijelaskan. Ya, ingat setiap melewati jalanan di sepanjang kota Malang, Batu, dan bahkan Surabaya yang jadi rute beliau mengantar aku. Jadi ya intinya, jangan buktikan cinta dengan terus-terusan sedih meratap dll, tapi buktikan dengan perbuatan NYATA. Lha wong nyatanya SEMUA orang pasti meninggal kok. SEMUA, gak ada yang bisa nawar, gak ada manusia yang bisa majuin atau mundurin. Begitulah kira-kira yang diinginkan bapak. Perbuatan NYATA. Sebagaimana yang beliau lakukan selama ini untuk keluarganya.

Cuma ternyata aku jadi makin sadar akan satu hal.

Apa?

Dihina orang/dijulidin/dipandang sebelah mata/dihardik/dirasanin/diomongin di belakang/apa pun yang serupa yang pastinya semua orang di dunia pernah merasakannya termasuk aku, itu bukanlah hal besar. Bukaaann banget banget banget. Itu benar-benar enggak ada seperberapaaaanyaaaa jika dibandingkan dengan kehilangan orang yang disayang untuk selama-lamanya tanpa pernah bisa sedetik pun bertemu lagi. Ah, aku jadi ingat teman-temanku yang menurutku saat itu (karena kalau sekarang udah enggak ketemu/belum) tingkat kesabaran serta kekuatan mentalnya luar biasa. Dimaki-maki, enggak baper. Dimarahin, biasa aja. Dipermalukan, santai. Enggak ada marah, bahkan kesal pun tak ada. Tetap seperti biasa. Kesamaan mereka sama: bapak/ibunya/keduanya sudah meninggal di saat mereka sedang butuh-butuhnya dukungan moril. Ternyata, benar. Allah mengambil kembali, tetapi Allah juga yang mengirimkan kekuatan luar biasa itu yang gak pernah kita sangka sebelumnya. Dan ya, ternyata dibegitukan (seperti yang sudah kutulis) benar-benar enggak ada apa-apanya, enggak ada seperberapanya, sama sekali enggak ada setetes ya bahkan... jika dibandingkan dengan kehilangan orang yang kita cintai untuk selama-lamanya. :)

Dan cara untuk tetap terkoneksi adalah dengan doa serta amalan-amalan lain yang bisa bermanfaat buat beliau di alam sana. 

Menyalin apa yang dikatakan Ustaz Khalid Basalamah dalam ceramah beliau, nanti ketemu kok asal "tiketny" sama yaitu iman dan amal salih. Ibarat naik pesawat dari Makasar ke Surabaya, mereka enggak hilang, enggak. Mereka hanya berangkat duluan aja karena dapat tiket pagi. Kita? Bisa jadi tiketny siang, sore, atau malam. Selama jurusannya sama, pasti ketemu. Tenang aja. Begitulah kira-kira ceramah beliau tentang kematian yang aku tulis lagi dengan bahasaku sendiri. 




  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)