Hari ke-198: Tentang Bantuan dari Pemerintah Jepang saat Pandemi

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - July 16, 2020



Pembahasan kali ini mungkin rada atau bahkan sangat sensitif. Masalah uang kan bisa bikin salah paham, ya. Jadi sebelum aku menuliskan semuanya mungkin perlu kujelaskan sedikit beberapa disclaimer atau katakanlah ini peringatan atau apalah namanya.

Ketika kita melihat sesuatu apa pun itu, sebaiknya harus dilihat secara utuh. Dengan begitu, hati kita akan terjaga kesuciannya. Eaaa. Wkkk. Ini pengingat buat yang nulis juga tentunya. Huehehe.

Misal, kita melihat tetangga gajinya Rp500 juta per bulan. Mungkin, hati kita terselip rasa pengin atau bahkan mungkin sedikit iri. Tapi, coba kita lihat juga sisi lainnya. Ternyata selama setahun, tetangga kita tersebut hampir enggak ada libur. Bila pun ada ya cuma beberapa hari aja. Padahal normalnya orang kerja kan Sabtu Minggu libur, ya. Dengan model kerja seperti itu, dia jadi sangat sangat jarang bertemu keluarganya. Ketika melihat secara keseluruhan seperti itu, kita akan merasa wajar dan enggak akan heran kalau dia bergaji segitu.

Contoh lain, saat kita melihat gaji karyawan di negara lain yang nilainya bisa wow banget jika dikonversi ke rupiah sebaiknya juga jangan hanya melihat sisi wow-nya saja. Lihat sisi yang lain juga, biaya hidup misalnya. Katakanlah di Jepang, harga tempe 3 biji aja 1000 Yen, setara dengan Rp135 ribu. Belum yang lain-lain.

Inti ceramah tulisan di atas sih apa pun itu memang harus dilihat secara menyeluruh, jangan hanya bagian-bagian tertentu saja. Hehehe.

Maaf kalau ceramahnya penjelasan di atas kepanjangan.

Aku mulai aja, ya.


Beberapa teman bertanya apa benar di Jepang dapat bantuan? Beritanya begitu santer, at least bisa kita cari tahu sendiri dengan hanya menuliskan keyword tertentu di mesin pencarian.


Jawabannya: ya, benar.


Memang, ada beberapa bantuan dari pemerintah saat pandemi ini, salah satunya yang aku bahas sekarang: 100.000 Yen. Bantuan tersebut untuk setiap orang yang tinggal di Jepang baik itu warga asli maupun asing terdata per 27 April. Kalau orang asing sepertiku berarti harus punya kartu residen baru bisa dapat bantuan.

Seperti yang kutulis di atas, bantuan ini untuk SETIAP PENDUDUK bukan per keluarga. Jadi kalau dalam satu keluarga punya empat anggota misalnya (ayah, ibu, dan dua anak) ya berarti empat orang tersebut dapat semua masing-masing senilai 100.000 Yen. Semakin banyak anggota keluarga, semakin banyak dapatnya. Begitulah kira-kira. 

Cara mengajukannya ada dua macam: offline atau menunggu dapat surat kemudian nanti form di dalamnya harus diisi sesuai petunjuk sebelum dikirim kembali via pos dan cara online. Aku pilih cara pertama.


Proses transfernya sendiri sekitar satu sampai dua minggu dari tanggal pengiriman kembali. Untuk tempat transfernya, per keluarga dikirim secara kolektif di satu nomor rekening saja, misal nomor rekening istri/suami.


Enaknyaaa? Mbatin gitu? Kalau semua orang disuruh milih mah jelas milih enakan enggak ada covid-lah ya sehingga bisa bebas ke mana aja. :)


Lanjut baca bagian berikutnya, ya.

Ini menurut kacamataku dari emak-emak yang dulu pernah masuk jurusan akuntansi dan menerbitkan beberapa buku akuntansi bersama suami, sih. Jadi sifatnya subyektif. Hehe.


Jadi saat pemerintah Jepang menetapkan status darurat beberapa waktu silam karena covid-19 makin menjadi, efek dominonya benar-benar terasa. Meski tidak lockdown, tapi pembatasan hampir di segala bidang berimbas ke mana-mana. Salah satunya, yang langsung terlihat jelas dan nyata, dampak ekonomi.

Kalau teman-teman baca di banyak media online, beberapa efeknya:  tingkat pengangguran meningkat, pendapatan turun atau bahkan mandeg, cari kerja tambahan jadi lebih sulit, pengusaha transportasi omsetnya turun drastis karena WFH, omset usaha catering/daycare/dan usaha yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak lainnya turun, dll. Hampir semuaaa kenaa. Kalau di drama Taiwan, mungkin cuma Tuan Muda Dao Ming Tse aja yang enggak ngefek sama pandemi. Dia mah kipas-kipas doang, uang turun dari langit. :D

Pandemi ini membuat daya beli masyarakat turun drastis. Aku rasa enggak cuma di sini, tapi di seluruh dunia pastinya.

Bantuan pemerintah ini sebagai salah satu cara untuk menstimulus roda perekonomian agar tetap bisa berputar walau lambat. Korban PHK yang jadi nggak punya penghasilan sama sekali, misalnya. Dengan adanya bantuan ini, setidaknya dia bisa bernafas lega sembari cari kerjaan baru atau melakukan hal lain yang bernilai ekonomi. 

Selain bantuan 100.000 Yen ini, sebenarnya ada bantuan lagi untuk mereka yang punya usaha kecil, untuk mahasiswa, dll. Kalau yang saat ini lumayan ramai dibicarakan sih "bantuan" penurunan biaya perjalanan dalam negeri bertajuk go travel, misal tiket Shinkansen yang didiskon 50 persen, kalau enggak salah mulai Agustus. Mengenai detailny sendiri aku belum baca lengkap. :D

Dari yang aku amati selama di sini, kusimpulkan bahwa Jepang memang enggak lockdown untuk mengatasi corona, tapi berusaha melandaikan kurva dengan melakukan pembatasan. Jadi kalau kataku biar semua "dapat" alias semua bidang bisa teratasi. Dari sisi kesehatan, yang sakit jumlahny ditargetkan makin sedikit atau bisa dikendalikan sehingga fasilitas kesehatan yang ada masih bisa nampung alias enggak kewalahan. Dari sisi ekonomi, diusahakan banget agar yang punya usaha tetap jalan meski lambat. Dari sisi rumah tangga, diusahakan banget agar semua keluarga bisa bernapas walau harus mengeratkan ikat pinggang. Stimulus atau bantuan yang diberikan pemerintah tersebut ya untuk mewujudkan semua itu. Semua jalan, meski lambat. Semua bisa teratasi, meski tidak bisa dalam waktu singkat secepat kilat ala Sangkuriang. Kira-kira begitu. 

Tiap negara memang punya kebijakan yang berbeda tergantung kondisinya. Tapi yang jelas tujuannya sama: semua pengin covid ini pergi at least vaksin segera ditemukan. Semoga, ya. Aamiin.



  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)