Hari ke-93 di Jepang: Daya Tarik Kyoto yang Membuat Ingin ke Sana

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - April 02, 2020


Keinginan untuk pergi ke Kyoto sebenarnya sudah ada sejak Januari, sejak awal aku di sini. Tapi saat itu, jadwal kuliah suami masih padat. Jadilah kami memilih mengeksplor Tokyo dan sekitarnya dulu. Kami memilih "keluyuran" dulu di daerah Kanto, sedangkan yang Kansai nunggu kalau kuliahnya Ayah Taka udah longgar.

Mumpung di Jepang. Itu sih utamanya. Sebab biar bagaimana pun, keluyuran ke daerah Jepang saat masih di sini terhitung jauh lebih murah dibandingkan berangkat dari tanah air. Jadi saat suami resmi dapat beasiswa, kami berdua memang udah meniatkan diri untuk menyisihkan uang alias nabung sebagai "bekal" mengeksplor wilayah Jepang. 

Teruss, kenapa Kyoto? 

Bukan semata-mata karena ia salah satu wisata populer, tapi ada alasan lain yang sifatnya emosional. Ya, tiap orang sangat mungkin punya alasan suka yang berbeda untuk obyek yang sama, bukan.

Buatku sendiri, daya tarik Kyoto ada di nilai historisnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Kyoto adalah ibukota Jepang zaman lampau sebelum Tokyo.  Kyoto juga kota yang enggak termasuk kota yang jadi sasaran bom atom. Yang itu artinya tempat-tempat bersejarah di dalamnya masih aselii. 

Baca dari berbagai macam sumber jauh sebelum ke sini, sebenarnya Kyoto juga menjadi salah satu sasaran bom atom. Bahkan, sasaran utama. Namun, Sekreraris Perang, Henry Stuman, kemudian bilang untuk mencoret Kyoto. Konon, dia sampai melobi alias menghadap sendiri ke Presiden Truman agar Kyoto benar-benar selamat. Agak aneh memang, di saat semua kota ingin dihabisi mengapa Kyoto enggak. Rupanya, alasannya sungguh sederhana. Sang Sekretaris Perang pernah ke Kyoto ketika masih muda untuk bulan madu. Ia tertarik dengan segala hal yang ada di sana mulai dari tempatnya yang memukau dan bersejarah hingga masyarakatnya. Intinya, ia terkesan. Hal tersebut yang membuatny seolah punya hubungan emosional sehinngga ada keinginan untuk melindungi. 

Pas baca itu, aku membatin, kenapa dia cuma pergi ke Kyoto, ya. Coba kalau pergi ke seluruh wilayah Jepang, mungkin peristiwa pengeboman urung dilakukan. Biar bagaimana pun, perang selalu meninggalkan luka dan trauma yang dalam, bukan. Tapi, namanya juga cuma kelakarku. Lha wong nyatanya jelas-jelas berbeda. Semoga saja semua korban perang di mana pun ia berada, jika saat ini ada yang masih hidup, diberi kebahagiaan. Itu saja doaku. Aamiin.

Daya tarik Kyoto lainnya buatku adalah karena nuansa Jepangny jauhhh lebih terasaaa. Yaa, logikanya aja kalau semuaaa bangunan bersejarah masih adaa, kehidupan masyarakat sekitar juga enggak terlalu bisa lepas sepenuhnya dengan budaya alias masih dipegang eratt. Dan, memang aku buktikan sendiri. Jika di daerah Kanto, aku melihat yang Jepang zaman lampauu banget itu cuma di Asakusa dan sekitarnya, maka di Kyoto ini versi superlengkapnya. Hampir di setiap tempat bahkan pojok sekali punn ituu... Jepang zaman duluuu bangett, Jepang yang di serial Oshin.

Alasan terakhir yang enggak boleh kelewat ditulis kenapa kemarin ke Kyoto adalah... ehem... karena kami berasumsi kalau di sana sepi efek wisatawan masuk Jepang mulai diperketat persetujuannya. Ya kalau sekarang sih emang enggak boleh sama sekali ya, tapi sebulan yang lalu kan sifatny masih pengetatan peraturan aja. 

Nahh, itu tadi alasanku ingin pergi ke Kyoto yang alhamdulillah udah kesampaian sebulan yang lalu. Tunggu cerita berikutnya di postingan selanjutnya, yaa.



  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)