Perjuangan 8 Tahun Mendapatkan Buah Hati: Mulai dari Semangat hingga Pasrah

By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - March 23, 2018

perjuangan mendapatkan buah hati
Pertama kalinya tespek positif, 26 September 2016, dokpri

Orang lain boleh saja berkata, "Kamu enggak mungkin bisa punya anak wong udah lama, gitu. Udahlah", tapi toh keputusan mutlak tetap ada di tangan Sang Pencipta. Jika DIA berkehendak, lantas kita mau apa? Mengubah siang jadi malam dan malam jadi siang saja Dia bisa. Tugas kita hanya terus berusaha dan berupaya, bukan menuruti pikiran negatif yang membuat kita putus asa.

Bunda, kita semua pasti sepakat bahwa memiliki buah hati adalah salah satu fase dalam dunia pernikahan yang sangat dinantikan, tidak terkecuali saya. Bagi Bunda yang tergolong mudah hamil, anak mungkin bukan persoalan rumit. Bila pun iya, fokusnya beda. Bukan masalah "kok belum dikasih", tapi sebaliknya. Saya lumayan sering mendapatkan curhatan Bunda yang galau karena telat haid yang ternyata setelah diperiksa memang hamil sementara anak yang paling kecil masih batita.

Lantas, bagaimana dengan Bunda yang sebaliknya?

Ehm.... Dunia memang dipenuhi paradoks ya, Bund. Di satu sisi, ada yang pengin udahan, tapi terus dikasih. Di sisi lain, ada yang minta satuuu sajaa (dulu), tapi masih ditangguhkan.

Saya? Masuk kategori yang kedua, Bun. 

Ternyata, emang enggak ada korelasinya ya antara suka anak-anak dengan cepat tidaknya punya anak. Tidak hanya sekali saja saya menemukan seorang bunda yang sangat mencintai anak-anak, tapi hingga usia pernikahan kesekian tetap belum dikasih. Di sisi lain, tidak sedikit yang mengaku sebenarnya enggak suka anak-anak karena bikin ribut, tapi dengan begitu mudah bisa hamil anak pertama, kedua, dst. Saya suka anak-anak, pernah jadi guru TK, penampakan juga cukup keibuan, tapi ternyata punya anak satu aja sulitnya minta ampun. That’s why, don’t judge a book by its cover. Dunia dipenuhi paradoks.


Bunda sendiri termasuk tipe yang mana? Jika sampai detik ini Bunda masih berjuang untuk mendapatkan amanah anak, mungkin pengalaman sederhana saya ini bisa jadi oase yang membuat Bunda selalu/makin semangat.

Dan, seperti inilah kisah saya 8 tahun menunggu momongan....

Awalnya (Sengaja) Menunda

Meski menikah tahun 2008, tapi jujur aja saya dan suami baru serius program anak lima tahun setelahnya, 2013. Sebelumnya, kami yang menikah muda, memang sengaja ingin menunda momongan dengan alasan ingin lebih mempersiapkan diri sebagai orang tua. Tahu sendiri kan ya Bun bahwa menjadi orang tua itu tidak mudah. Saat itu, saya mengkonsumsi Pil KB Diane 35 atas rekomendasi seorang kakak dokter kandungan.

Selama lima tahun berjalan tsb, pertanyaan “kapan punya anak” datang silih berganti. Awalnya, saya enggak terlalu mempermasalahkan pertanyaan orang-orang karena memang sudah punya rencana sendiri yang tidak mereka ketahui. Namun, secuek-cueknya seorang wanita, pada akhirnya baper dan sensitif juga. Normal kok, namanya juga punya perasaan.

Tidak Ada Firasat Apa pun

Awal 2013, kami memutuskan untuk punya anak. Saya lepas Pil KB. Pertengahan 2013 adalah kali pertama saya dan suami pergi ke dokter kandungan di Bandar Lampung. Ya, waktu itu, suami masih bertugas di sana. Saya hanya di USG aja sebagai tahap awal. Hasilnya bagus, enggak ada benjolan atau hal serupa. Beliau bilang bahwa mungkin hanya masalah waktu saja. Santaii. Saya pun enggak terlalu kepikiran. Toh, memang baru lepas pil KB. Jadi ibaratnya, kami memulai lagi dari nol.

Berdasarkan info yang saya baca di berbagai sumber, pasangan suami istri baru boleh galau jika dalam kurun waktu satu hingga dua tahun menikah dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apa pun tidak juga bisa punya anak. Artinya, ada masalah, entah dari sisi istri atau suami atau keduanya. Walaupun, enggak usah galau-galau amat sebenarnya karena masalah seperti itu di zaman sekarang ini sangat banyak.

Jadii, enggak salah dong ya kalau setelah dari dokter kandungan pertama, saya makin yakin bahwa sebentar lagi akan jadi ibu. Meskipun hasilnya kemudian... nihil. 2013 terlewati hanya dengan suami saja. Status belum berubah. Permintaan belum di-acc.

Tahun berikutnya, 2014, kami mencoba lagi mengunjungi dokter kandungan. Kali ini di Malang, kampung halaman, saat suami dinas di sana seminggu. Di dokter kandungan yang kedua ini, enggak cuma saya aja yang periksa, tapi juga suami. Hasilnya? Masih sama. Kami sama-sama enggak bermasalah. Dokter hanya memberi kami vitamin saja.

Selain dokter, saya diberi vitamin (serbuk-serbuk gitu, lupa namanya) sama mama mertua dan tetangga (ibu-ibu pensiunan), oleh-oleh dari mereka haji dan umroh. Kakak saya juga memberi pil herbal. Dan, suami saya beli madu via online. Enggak hanya ituu, saya dan suami rajin mengkonsumsi buah kiwi dan semangka atas saran seorang teman yang juga lama menunggu buah hati dan akhirnya berhasil. Namanya ikhtiarr, apa saja dicoba yang penting halal dan logis, enggak yang aneh-aneh.

Dan, hasilnya? 2014 lagi-lagi terlewati dengan hanya masih berdua. 

Galau pun melanda. Galaunya lebih ke masalah... Ya Allah, begitu sulitkah bagi-Mu mengabulkan doa hamba? Apa ini hukuman karena saya-kami pernah sengaja menunda momongan walaupun untuk tujuan kebaikan karena kami ingin memberikan yang terbaik untuk anak kami kelak? Namun, pikiran negatif tersebut cepat saya tepis. Allah Maha Mengetahui, termasuk yang ada di dasar hati. Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Allah pasti memberikan yang terbaik. Pasti. 

Suami pun terlihat santai dan enggak mau saya terlalu kepikiran. Berdua saja atau bertiga (dengan anak), kami tetap akan selalu bersama, setia sehidup seakhirat. Kata-kata suami yang kurang lebih seperti itu membuat hati saya plong. Meskipun tetap saja, di sudut hati terkecil, keinginan menjadi ibu semakin membuncah justru karena suami legowo seperti itu. 

Masalah Serius Terdeteksi

Enggak ada benjolan di rahim, saluran telur juga enggak ada sumbatan, pun dari sisi suami juga normal-normal aja, tapi kok belum juga hamil. Dan, ternyata jawabannya di tahun 2015, saat kami memeriksakan lagi ke dokter kandungan rekomendasi mama mertua di daerah Sulfat, Malang. Saya baru tahu kalau sel telur yang saya miliki kecil-kecil, tidak mungkin bisa dibuahi. Karena untuk bisa dibuahi, ukuran sel telur harus besar. JLEB. Rasanya bumi berhenti berotasi. Kepercayaan diri saya runtuh seketika. It means... ??? Saya diam sesaat, mencoba menerima kenyataan yang tidak saya harapkan.

Salah satu indikasi sel telur kecil-kecil adalah haid yang enggak teratur. Dan, salah satu penyebab haid enggak teratur adalah ketidakstabilan hormon. Memang sih kalau dipikir-pikir sejak remaja haid saya udah enggak teratur, tapi tidak ada kecurigaan apa-apa. Tidak disangka, ini jawabannya. 

Buat siapa pun yang haid-nya enggak teratur, sebaiknya curiga. Bila perlu, langsung datang ke dokter kandungan untuk konsultasi. Itu lebih baik daripada tahunya telat atau menduga-duga atau bertanya yang bukan pada ahlinya.

Berdamai dengan Keadaan

Setiap manusia butuh waktu untuk menerima kenyataan yang tidak diharapkan. Pun saya. Setelah proses itu terlewati, selanjutnya adalah memikirkan solusi dengan hati dan pikiran yang lebih jernih.

Dari hasil browsing sana-sini, baca berbagai macam literatur, dan bertanya pada dokter kandungan, salah satu penyebab terbesar sel telur kecil-kecil adalah ketidakseimbangan hormon. Dan, masalah hormon ini bisa dibilang masalah "daleman" yang penuh misteri. Kalau benjolan masih kelihatan dan bisa dihilangkan dengan operasi. Kalau hal-hal yang tidak terlihat, hormon salah satunya? Rumit, kan.

Untuk membesarkan hati, saya meyakinkan diri bahwa yang mengalami hal ini di dunia ini tidak hanya saya saja. Saya beruntung karena memiliki suami yang sangat peduli dan selalu berkata setiap masalah ada solusinya, termasuk ini. 

Oleh dokter yang di Malang, saya diberi pil pembesar sel telur yang harus saya minum di hari ketiga mens selama lima hari berturut-turut. Saya juga disarankan untuk meningkatkan intensitas olahraga, padahal udah rajin senam bareng ibu-ibu sih, xixixi. Alhasil, setiap akhir pekan, saya dan suami nggowes dengan jarak tempuh 38 km. Lumayan banget. Dan saat periksa lagi ke dokter kandungan, kali ini di Balikpapan, sel telur saya sudah besar. ALHAMDULILLAH. Kemajuan yang bagus, katanya.

Apakah itu saja sudah cukup? BELUM. Sel telur yang besar dan sehat ditambah sperma yang bagus saja enggak cukup kalau mereka tidak dikondisikan dengan baik saat bertemu. Rumit banget ya bahasanya. Heheh. Mereka berdua harus benar-benar bertemu dan jadian serta berkomitmen. Kira-kira, seperti itulah ilustrasinya. Yang udah nikah pasti ngerti.

Saya sempat berpikir, serumit ini ya hamil? Padahal sama-sama cinta. Yang nikahnya dijodohin atau karena terpaksa aja banyak yang dengan mudah bisa hamil. Ah, sudahlah. Saya lelah untuk bilang dunia memang penuh paradoks. Jalani sajalah, ya.

Pasrah Menginjak Usia 30

Tidak bisa dimungkiri kalau saya khawatir jika sampai usia 30 (meskipun masih akhir tahun, tepatnya 25 Desember) saya belum juga hamil. Kekhawatiran itu lumrah sih ya bagi wanita. Meskipun di sisi lain, tingkat kepasrahan saya semakin meningkat. Bukan karena putus asa, melainkan semakin menyadari bahwa tugas manusia memang hanya berusaha saja. Sudah. Titik.

Bagaimana jika perjuangan 8 tahun mendapatkan buah hati ini ternyata masih belum selesai? It means... saya dan suami masih harus belajar lagi.

Saya mengikuti beragam grup tentang kehamilan. Saya semakin banyak mencari kisah nyata tentang mereka yang bisa hamil di usia senja. Semua itu muaranya sebenarnya satu: keajaiban itu ada. Bukan hal yang mustahil jika Allah menghendaki.

Dan, untuk yang terakhir kalinya, karena setelah itu saya berencana enggak akan mendatangi dokter kandungan lagi alias benar-benar pasrah dan legowo, saya bolak balik Balikpapan – Malang untuk melakukan pemeriksaan lagi. Kali ini dengan dokter yang berbeda, lebih fokus ke masalah infertilitas, lokasinya di daerah Ijen.

Di dokter yang terakhir itu vonis yang saya terima masih sama. Sudah enggak kaget lagi. Bahkan kali ini setelah pemeriksaan menyeluruh, saya terdeteksi lagi hormon prolaktin tinggi dan rahim tipis. Jadii, semisal berhasil dibuahi pun belum tentu bisa menempel dengan baik karena rahimnya rapuh. J

Di saat jiwa dan pikiran saya kritis, ibu tidak pernah berhenti memberikan keyakinan kepada saya. Beliau percaya bahwa saya pasti diberikan yang terbaik. Pasti. Entah, itu apa. Beliau juga berpesan agar saya lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah, merayu Allah, memohon, dan menghamba lebih lebih dan lebih lagi kepada-Nya.

Sebenarnya, saya sudah santai. Pun suami. Bahkan, kami berdua sudah beli tiket ke Korsel yang akan membawa kami ke sana Mei 2017 (dan enggak jadi karena saya melahirkan). Yups, kami berdua pasrah dan menikmati hidup. Kebahagiaan dalam pernikahan tidak hanya karena kehadiran seorang anak. Lha emang selama ini enggak bahagia? Bahagia bahagia aja, kan. Justru masalah ini membuat kami semakin solid.

Yang membuat tembok pertahanan saya runtuh adalah ketika tidak sengaja melihat ibu berdoa selepas sholat dengan wajah serius memohon sambil menangis. Pun melihat mama yang semakin lama semakin tua. Entah kenapa melihat dua wanita tersebut hati saya seolah hancur karena belum bisa memberikan cucu. Padahal, baik ibu maupun mama enggak berkata apa-apa yang sifatnya menekan. Tapi justru karena itulah hati saya semakin merasa enggak keruan.

Allah, hanya DIA yang bisa mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Jadi sekarang saya terserah Allah saja. Saya manut saja. Toh, segala upayaa sudah saya lakukan. Selebihnya, TOTAL PASRAH.

Keajaiban Itu Ada

September 2016, saya melakukan perjalanan dari Balikpapan ke Malang, dilanjut beberapa hari kemudian Malang – Yogyakarta dan Yogyakarta Malang beberapa hari kemudiannya lagi dalam kondisi... enggak tahu kalau berbadan dua.

Ya, saya hamil. Menginjak bulan ketiga. Keajaiban itu NYATA adanya. Jika ditanya apakah saya promil? Pakai obat apa? Gimana? Dari cerita saya sebelumnya bisa disimpulkan bahwa dia hadir ketika saya pasrah dan nrimo, ketika semuaaa usaha sudah saya lakukan tapi seolah tidak membuahkan hasil, dan ketika kemudian saya bilang ke diri sendiri “Yoweslah, saya serahkan semuanya ke Allah. Dia enggak pernah salah. Apa pun itu, saya nerimo,”

Amanah itu datang ketika saya berada di titik nol. Perjuangan 8 tahun mendapatkan buah hati berakhir ketika saya tidak memikirkan apa-apa lagi selain total menyerahkan segala urusan ke Yang Punya Hidup. Di saat saya melepaskan, saya justru mendapatkan. Allah Maha Berkehendak.

Buat Bunda yang saat ini tengah berjuang, semoga perjuangan Bunda, kesabaran Bunda berbuah surga. Selalu yakin dan optimis, ya. Sering, hadiah dari Allah benar-benar tidak bisa dilogika dan datang di saat yang tidak terduga.

Semangat positif, Bundaa

Regards,

Bunda Taka

  • Share:

You Might Also Like

53 comments

  1. Masya Allah, salut sama perjuangan yg berujung kepasrahan mba. Semoga amanah yg telah diberikan, bisa jadi anak sholih qurrota ayyun bagi orangtua.

    ReplyDelete
  2. Kalo aku soal hamil gampang Miyo... Langsung positif jika nggak pakai kontrasepsi. Yang sulit itu justru di dalam rahimku. Karena leher rahimku pendek. Bayi bisa lahir sebelum waktunya. Pernah dibilang gini, hamil doang anaknya pada mati kayak kucing. Sedih :(

    ReplyDelete
  3. Barokallah ya Miyosi, kalau pengalamanku lepas KB mau hamil anak kedua juga jaraknya jauh, aku program dengan bekam. Di titik tertentu untuk menstabilkan hormon.

    ReplyDelete
  4. Mbak Miyo, i love you. Semoga Mbak Miyo, Taka, dan suami mbak diberi kebahagiaan dunia akhirat. Huhuuu.. aku terharu bgt. Tapi memang begitulah Allah, keajaibannya sering datang saat kita sudah pasrah terhadap kehendak-Nya. Makasih ya, mbak.. zia senang bisa kenal sama mbak, semoga suatu saat nanti bisa bertemu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin, makasih, dek ziaa
      dirimu keren pisan, masih muda aktif dan produktif
      sukses selalu, yaa

      Delete
  5. Ini yg belum sempet diceritain live ya Miy, secara kita ketemu cuma sekali di Blkppn di waktu yg seuprit itu :( Aku yakin segala sesuatu ada pada waktu yg pas menurut Nya. Barakallahu ya Miy, aku ikut bahagia pas tahu kabar kehamilanmu itu, tp udh ada firasat pas km upload foto nggowes di Blkppn itu. Duh, aku jd terharu juga. Barakallahu

    ReplyDelete
    Replies
    1. nuwus, mbaa
      kelihatan kalau hamdun ya, mak
      kata orang2 gitu
      iya, cikgu
      moga2 ntar bisa kopdaran lagii, yaa
      penginnnn

      Delete
  6. "Tidak memikirkan apa-apa lagi selain total menyerahkan segala urusan ke Yang Punya Hidup."

    Moga kita senantiasa diliputi keputusan yang sejatinya bukan berputus asa seperti kalimat ini ya mbak. Aamiin.

    ReplyDelete
  7. Pembelajaran buatku mbak, yang masih menunggu tiga tahun tp dilewati dengan banyak kufur nikmat. Innalillahi..

    Makasi mbak miyo sudah diingatkan.. Namanya amanah itu hak prerogatif Alloh,
    Barokalloh mbak, semoga amanah buat mbak miyo jd anak yang soleh/a...

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin, mbakk
      moga2 mb ayu ntar lagi dikasih "hadiah"nya, yaa
      aamiin :)

      Delete
  8. Ya Allah mba, terharu bacanya. Perjuangannya buat hamil yang luar biasa T.T
    Kebayang gimana rasanya kena 'terror' pertanyaan kapan hamil dan punya anak? Tapi alhamduliah berbuah manis perjuangannya, barokallah, semoga amanah yg Allah kasih bisa dijaga sebaik2nya, saya pun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin, makasih doanya, nteee
      kalau pas gak sensi, biasa
      kalau pas sensi, berasa lagi jadi tokoh utama di drama koreaa wkkk

      Delete
  9. Lagi-lagi dapat pelajaran hidup yang intinya:ketika pasrah lillahi ta'ala, malah Allah kasih. Kalau saya ngalamin ini tapi di urusan jodoh Mbak.

    ReplyDelete
  10. Barokallah mba..

    Semoga ntar bayinya ditambah lagi dan lagi. Dan tumbuh jadi anak2 yg sholih sholihah.

    ReplyDelete
  11. inspiratif mba dikala usaha kita sedang gencar namun ternyata diri ini tll ambisi jg ga baik y mba justru disaat diri ini pasrah n ikhlaskan Alloh kasi jalan yg tak terduga 😻 selamat y mba Alhamdulilah akhirnya yah smg sehat sll mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih mbaa
      selamat juga y mbaa si kakak udah mau punya adek
      semoga persalinannya lancarrrr aamiin

      Delete
  12. Saya termasuk yang mudah hamil, lepas KB (suntik) nggak sampai setahun udah langsung isi. Kalau kata suami "tukeran sandal aja bisa hamil" karena saking mudahnya.

    Tapi kedua kakak perempuan saya, sampai sekarang usia pernikahannya sudah 21 dan 18 tahun, belum juga dikarunia anak. Kadang mereka meminta saya untuk hamil lagi, terus bayinya nanti mau diminta sama mereka. Aduh, kok enak betul minta2 bayi ke adiknya hehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Allahu AKbar
      kuasa Allah bener2 y Mb
      sering denger cerita macam ini
      bener2 kuasa Allah

      Delete
  13. memang manusia bisa berusaha tapi Allah juga yang menentukan ya, mbak. Saya sendiri hamil di tahun kedua pernikahan. sempat program dan urut sana sini juga. entah usaha yang mana yang akhirnya membuahkan kehamilan buat saya

    ReplyDelete
  14. Kereeen mba, aku pas denger dirimu hamil girangnya bukan main, bahagia bangeeet, ga lepas2 ngucap Alhamdulillah...

    Kronologis mba dan perjuangannya kok macam dejavu ya, haha... tapi kalau aku pas nnmyari jodoh dan bener ketika Kita pasrah total, udah ga kepikiran soal apa yg diperjuangkan, eh jodoh/anak malah datang dengan sendirinya. Begitulah, Allah bekerja dengan Kuasa-Nya... Barokallah mbaa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini nih salah satu sahabat yang paling tahuuu dulu gimana jungkir baliknyaa
      makasih mak nyurrr eh bu nurr dukungannya selama ini yaaa

      eh iya ya, jadi inget lika liku nyurr menyeleksi ehh menunggu pangeran keren datanggg xixixi

      Delete
  15. Aku percaya Allah akan memberikan yang kita inginkan disaat yang tepat, termasuk urusan anak. Dulu aku ngga mau menunda2 hamil, tapi baru dipercaya Allah setelah 5thn pernikahan di usia 35 yg lumayan ngga muda lagi hahahha, waktu itu pun udah dalam tahan pasrah, kl ngga dikasih ya udah berduaan terus pacaran ma suami, eeh alhamdulillah dipercaya dan dianugrahi momongan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener, mbaakk
      keluyuran berdua sama suami versus bertiga atau lebih sama anak dan suami pasti beda sensasi dan serunya, yaa
      wahh... alhamdulillah, akhirnyaa
      selamat juga y, mbaa

      Delete
  16. Beautiful story mba, aku terharu. Jadi ngerti kenapa Mba jadi agak insecure soal si kecil. Balik2 lagi nyerahin ke Yang Di Atas ya mba 😊 .

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, selamat ya mba. Saya jadi ingat teman saya. Tiap bulan periksa ke dokter kandungan, ikut terapi, sampai akhirnya pasrah. Tidak lagi periksa dokter dan terapi. Disaat itulah diberi kepercayaan untuk hamil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih, mbaa
      di saat pasrah dan menge-nol-kan diri malah dapat y, mbaa

      Delete
  18. Alhamdulillah mba, perjuangannya berbuah hasil yang membahagiakan. Memang apapun yang terjadi seharusnya kita pasrahkan saja kepada Allah, dan berprasangka baik.

    ReplyDelete
  19. Subhanallah, sehat terus mba💕 saya juga honeymoon dulu 2 tahun

    ReplyDelete
  20. Yang membuat tembok pertahanan saya runtuh adalah ketika tidak sengaja melihat ibu berdoa selepas sholat dengan wajah serius memohon sambil menangis. ==> makes me cry. :(( Semangat, Miyo! Sehat terus, ya. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah telah berkehendak, sekali lagi saya diingatkan. Inspiratif sekali ceritanya. :)

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah... akhirnya berbuah manis karena kepasrahan pada Ilahi, kepadaNya lah kita serahkan segala urusan..

    ReplyDelete
  22. Masya Allah Taka 😍😍
    Aku masih dalam tahap ditanya kapan punya anak. Huhuhu....
    Mohon doanya ya Bu 😊

    ReplyDelete
  23. MaasyaaAllah bunda..
    Tulisan ini sangat saya butuhkan saat ini...
    Krn mau setahun belum dikaruniai anak...
    Alhamdulillah...
    Makasih atas penguatan nya

    ReplyDelete
  24. Pasrah itu kuncinya.. alhamdulillaah ketika saya pasrah, Allah titipkan amanah itu ke saya. Meski penantiannya nggak selama bunda sih :)

    ReplyDelete
  25. Masya Allah mbak 😍😍

    Saya dulu sempat absen 3 tahun lalu qadarullah punya baby. Itu aja mertua udah suka nyindir lewat sikap yang mereka tunjukkan ke saya. Sedih pasti. Marah ke mereka iya. Toh pas saya beneran hamil sampai detik ini, mereka malah cuek bebek.

    Tapi alhamdulillah saya masih diberi kekuatan dan kewarasan.

    Sekarang tugasnya bagaimana mendidik si kecil hingga bisa menjadi investasi akhirat.

    Salam kenal mbak. Saya suka tulisan mbak 💐💐

    ReplyDelete
  26. MasyaAllah, perjuangan banget ya Mbak.
    Usaha, doa dan pasrahkan semua hanya kepada pemilik hidup karena Dialah yang Maha Mengetahui segala sesuatu untuk ummatNya.
    Semoga sehat selalu ya Mbak agar bisa membersamai si Kecil :)

    ReplyDelete
  27. Saudara istri saya, lebih tepatnya sepupu istri. Baru diberikan amanah ketika 10 tahu usia pernikahan mereka.

    Kisah ka Miyosi semoga menjadi penguat bagi mereka yang juga sedang berusaha.

    ReplyDelete

Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)